Petani Enggan Tanam, Kedelai di Jatim Alami  Defisit

Petani Enggan Tanam, Kedelai di Jatim Alami  Defisit

Surabaya, memorandum.co.id - Komoditas kedelai di Jatim hingga akhir  2019 masih defisit. Untuk itu diperlukan langkah agar komoditas tersebut bisa beranjak naik produktifitasnya.

Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Jatim bekerja sama dengan pihak-pihak terkait untuk melakukan perluasan area tanam dan melakukan pola tumpang sari.

Kepala DPKP Jatim Hadi Sulistyo mengatakan, agar mendorong produksi kedelai bisa bersaing dengan lainnya, maka pihaknya juga turut mendorong industri olahan untuk memanfaatkan kedelai lokal.

Hadi menjelaskan, dalam kurun waktu lima tahun terakhir produksi kedelai di Jatim mengalami defisit, yakni turun sekitar 10,6 persen. Hal ini disebabkan menurunnya luas panen 10,1 persen dan menurunnya produktivitas 0,83 persen.

Berdasarkan data selama 2019 luas panen kedelai di Jatim sekitar 84.008 ton. Sedangkan untuk produktivitas 14,44 kuintal per hektare.

“Rata-rata produksi kedelai di Jatim selama 5 tahun terakhir sekitar 301.031 ton, sementara kebutuhan konsumsi mencapai 447.912 ton,” kata Hadi, Senin (30/12)

Hadi mengaku, masuknya impor kedelai karena petani ini kurang berminat menanam kedelai secara optimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti harga bibit kedelai Rp 8.500, namun setelah dijual harganya dibawah Rp 7.000.

“Selain itu, risiko hama dan penyakit lebih tinggi ketimbang padi atau jagung,” ujarnya.

Ia menambahkan, karena harga jual yang tidak mendukung, maka intensifikasi budidaya kedelai secara umum jarang dilakukan pengelolaan tanaman secara terpadu. Sehingga, dampaknya kualitas hasil panen kurang optimal.

“Secara kualitas, kedelai impor lebih bagus ketimbang kedelai lokal milik petani,” terangnya.(why/udi)

Sumber: