Cinta Yola dan Yuli Berakhir di Tangan Psikiater (4)

Cinta Yola dan Yuli Berakhir di Tangan Psikiater (4)

Faried kaget. Seperti orang bingung, Faried menoleh ke belakang. Di sana tampak Yuli yang sudah mencopot pita rambutnya. Gadis tersebut tersenyum. Faried kembali melihat gadis di depannya. Tampak Yola yang memasang wajah cemberut. Faried jatuh terduduk. Lemas. “Banyak pengalaman konyol kami pada waktu kecil. Panjang kalau diceritakan. Pada intinya, aku harus selalu mengalah atau dipaksa mengalah. Tapi biarlah. Kuanggap itu sebagai garis nasib,” kata Yola. Diakui Yola, dia kadang terbawa arus suka iseng atas ajakan dan demi kepuasan Yuli. “Aku sebenarnya enggan. Tapi selalu dipaksa Adik. Katanya iseng-iseng aja sebagai hiburan. Jujur saja kadang-kadang terhibur juga sih,” aku Yola. Pada pengenalan mahasiswa baru di awal kuliah, masih belum banyak yang tahu bahwa Yola-Yuli adalah saudara kembar. Apalagi para dosennya. Yuli punya ide menampilkan magic attraction. Yola diminta memperkenalkan diri kepada audiens. Tanpa banyak kata kemudian masuk sebuah kotak kecil. Ada teman lain yang diminta mengunci kotak yang ditaruh di atas meja tersebut. Musik berdentum keras, diiringi kemunculan Yuli dari sisi penonton. Tepuk tangan terdengar riuh rendah. Sorakan dan suitan menyelingi sorakan tadi. Suara Yuli lantas terdengar di tengah gegap gempita itu. “Tapi aku jadi korban. Kotak yang terbuat dari kayu jati tersebut lantas diangkat, diturunkan dari meja dan dibawa ke pojok panggung. Namun, lama sekali kotak tidak dibuka-buka. Yuli tidak muncul-muncul,” kenang Yola. Ternyata kunci kotaknya hilang. Baru setelah selesai acara, Yuli dibantu beberapa orang membuka paksa kotak itu. “Untung ada beberpa lubang kecil di keempat sisi kotak sehingga aku bisa lepas,” kata Yola. Di tengah kami sedang terbenam kenangan masa muda Yola, mendadak seorang lelaki paruh baya muncul di pintu kantor pengacara Yola. Seorang perempuan paruh baya menyusul di belakangnya. Tiba-tiba Yola menghambur ke arah mereka. Kedua orang tadi ternyata Gibran dan Mentik, orang tua Yola-Yuli. Yola memeluk erat mereka, meminta maaf karena tidak memberi tahu tentang persoalan yang sedang dihadapi dan mengapa berada di sini. Gibran dan Mentik tahu keberadaan Yola karena ditelepon Faisal. Faisal telah menceritakan semuanya. “Tapi aku rela kok, Pa. Demi kebahagiaan Dik Yuli. Aku rela, Ma,” kata Yola sambil menangis. Gibran dan Mentik lantas membimbing Yola duduk. Pemilik kantor, pengacara yang dimintai tolong Yola untuk menangani gugatan cerainya, lantas mempersilakan ketiganya masuk kamar. Cukup lama mereka di dalam. Sekitar satu jam. Gibran keluar duluan. Ia berjalan mendekati Memorandum yang menunggu di luar kamar. “Apa kabar?” sapa dia diiringi senyum tertahan. Yola dan ibunya keluar tidak berselang lama. Setelah berbincang-bincang sejenak dengan si pengacara, mereka pamit pulang. Memorandum pun ikut-ikutan pamit, kembali ke kantor yang hanya berjarak sekitar 800 meter dari PA. (jos, bersambung)  

Sumber: