Cinta Yola dan Yuli Berakhir di Tangan Psikiater (2)

Cinta Yola dan Yuli Berakhir di Tangan Psikiater (2)

Setahun kemudian Yuli menyusul menikah vs teman organisasinya. Pegawai bank. Tapi Yuli lebih beruntung ketimbang Yola. Tidak sampai setahun sudah hamil anak pertama. Sementara  Yola, sampai kasus ini terjadi belum juga. Yola pamit ke toilet. Agak lama. Namun, begitu kembali dia tidak melanjutkan kalimatnya yang terputus tadi. Yola bercerita soal lain. “Sayang, anak di kadungan Dik Yuli tidak sempat terlahirkan. Mereka kecelakaan. Anak dalam kandungan Dik Yuli meninggal. Begitu juga suaminya. Sejak Wahyu meninggal, Yuli yang masih tinggal bersama orang tuanya, Gibran dan Mentik, jadi sering stres. Kejadian apa pun menyebabkan hatinya terguncang. Melihat ini, Yola merasa kasihan. Maka, diajaklah sang adik tinggal di rumah dia. Bukan tanpa alasan apabila Yola mengajak Yuli tinggal di rumahnya di kawasan Waru. Alasan pertama, agar adiknya tersebut lebih dekat dengan tempat kerjanya di Pemkot Surabaya. Yuli selama ini tercatat sebagai tenaga honorer di kantor pemerintahan itu. Ketika almarhum Wahyu masih hidup, mereka selalu berangkat dan pulang kerja bersama dari tempat tinggalnya di Sukodono, Sidoarjo. Wahyu adalah karyawan perusahaan swasta di kawasan Tanjung Perak. Alasan kedua, agar rumahnya lebih ramai, meriah, dan semarak. Tidak hanya diisi dua orang bersama Faisal. Siapa tahu kehadiran Yuli bisa memancing Yola segera memiliki anak. Yola tidak menyangka ternyata kehadiran Yuli di rumahnya membawa petaka. Gejala-gejala awal persoalan itu sebenarnya sudah tampak dari awal kedatangan Yuli, namun hal itu tidak segera disadari Yola. Di antaranya, setiap Faisal memanggil Yola karena membutuhkan sesuatu, yang telebih dahulu merespons adalah Yuli. Dengan sigap dia berlari-lari kecil dan membawakan barang-barang yang dibutuhkan Faisal. Yuli juga selalu menyiapkan sepatu Faisal di teras depan rumah setiap pagi, sebelum suami Yola itu berangkat kerja. “Aku menganggap ini sebagai suatu kewajaran. Soalnya Dik Yuli kan tinggal di rumah kami,” kata Yola. Yola baru menyadari hal ini sebagai kesalahan besar di kemudian hari, ketika Yuli menjadikan kenyataan ini sebagai senjata untuk menyerang dirinya. “Ternyata Dik Yuli tidak pernah berubah. Dia tetap seperti dulu, yang setiap keinginannya harus dipenuhi, walau harus mengorbankan orang lain,” tutur Yola. Yola teringat satu peristiwa kecil pada hari pertama mereka masuk SMP. Waktu itu mereka dibelikan sepatu baru. Berbeda dengan Yola yang menyimpan sepatu baru tadi di rak sepatu, Yuli membawanya ke tempat tidur. Paginya terjadi peristiwa yang cukup menghebohkan. Yuli berteriak-teriak histeris. Sepatunya basah kuyup kena ompolnya sendiri. “Dik Yuli memang ngompolan. Nah, sepatu baru ini dia keloni dan basah kuyup,” kata Yola diiringi senyum. Lalu, apa yang terjadi? Yuli tidak mau memakai sepatu basah tadi. Padahal, pada hari pertama itu setiap siswa harus memakai sepatu berwarna hitam, sementara sepatu lamanya berwarna biru. (jos, bersambung)  

Sumber: