Kawin Muda, Rumah Tangga Tak Pernah Tenteram (7)

Kawin Muda, Rumah Tangga Tak Pernah Tenteram (7)

Winih kaget mendengar jawaban Jostro. Kini giliran dia yang bibirnya kelu, tidak tahu harus berkata apa. Matanya hanya memandang tajam ke arah wajah sang suami. Jostro yang baru saja melepas sepatu dan belum sempat menanggalkan jaket mengenakan kembali jaket tersebut. Dengan tergesa-gesa Jostro memakai sepatu dan menstarter motor yang diparkir di teras rumah. Tak lama kemudian terdengar deru mesin meraung-raung dan Jostro amblas bersama motornya. Tanpa sadar Winih mengambil HP-nya dan menelepon seseorang. Tidak terlalu lama berselang Gembes muncul. Winih langsung menghambur ke arahnya. Tentu saja Gembes kaget. Tidak ada hujan tidak ada angin, tubuhnya tiba-tiba dipeluk sangat erat oleh seorang perempuan. Pelanggan ojeknya. Cantik. Gembes mencoba melepaskan diri dan bertanya, “Ada apa, Mbak? Ada yang bisa saya bantu?” Tidak ada jawaban. “Geger lagi sama suami?” Belum ada jawaban. Winih malah mempererat pelukan. Tangis yang tadi ditahan, pecah. Walaupun lirih, tangisan mampu didengar Gembes. Tanpa sadar pemuda itu mengelus-elus punggung Winih. Lembut. Elusan Gembes dirasakan Winih sangat menenangkan. Membuat hati adem. Karena itu, walau tahu hal tersebut tidak benar, Winih membiarkannya. Winih bahkan menurut saat Gembes membimbing masuk kamar dan mendudukkan di tepi ranjang. Entah bagaimana awalnya, “Aku baru sadar ketika kami sudah menyelesaikan semua. Kami terhempas di kedua sisi tepi ranjang. Kami hanya bisa saling pandang dan menyesali perbuatan terkutuk kami,” tutur Winih. Penyesalan itu dirasakan Winih dengan menyuarakan kata batin, “Kalau akhirnya seperti ini, apa bedanya aku dengan Mas Jostro? Kalau ternyata kami sama-sama pengkhianat rumah tangga? Kalau faktanya kami sama-sama pemuja nafsu iblis?” Tapi aneh, penyesalan hanya dirasakan sesaat. Di sisi lain, Winih justru merindukan sentuhan lembut Gembes yang menenteramkan dan menghangatkan kebekuan hati. Winih merasakan seperti ada bunga melati, mawar, asoka, anyelir, allamanda, dan anggrek tumbuh subur di dadanya; merebakkan aneka wewangian. Menyebar ke mata dan menjadikan semua tampak indah. Menyebar ke telinga dan menjadikan semua tampak merdu. Menyebar ke sekujur tubuh dan menjadikan semua tampak halus dan mulus. Winih terperangkap dalam kenikmatan semu yang seolah tak berujung. Winih terpasung belenggu kebebasan yang justru memenjarakan jiwa. Winih semakin terhimpit dosa berwajah nikmat. Kenikmatan yang disuguhkan Gembes benar-benar memalingkan. Winih sudah tidak peduli apa yang dilakukan dan terjadi pada suaminya. Tampaknya hal yang sama terjadi pada Jostro. Mereka sudah saling acuh tak acuh. (jos, bersambung)  

Sumber: