Pemilihan RT, RW, dan Wali Kota
Oleh: Arief Sosiawan Pemimpin Redaksi Akhir-akhir ini Kota Surabaya diguncang kekisruhan saat berlangsung pemilihan ketua rukun tetangga (RT), ketua rukun warga (RW), dan ketua lembaga pemberdayaan masyarakat kelurahan (LPMK). Meletupnya kekisruhan diawali rasa tidak puas warga pada proses pemilihan hingga hasilnya. Sampai-sampai ada warga berunjuk rasa alias demo. Mereka tegas mengatakan bahwa pemilihan melanggar perwali (peraturan wali kota). Tercatat beberapa wilayah kecamatan di Surabaya yang bergolak. Paling tidak ada di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Wonokromo, Kecamatan Tandes, dan Kecamatan Sawahan. Menyeruaknya persoalan ini menyisakan tanda tanya. Ada apa? Mengapa terjadi? Apa sebabnya? Masih banyak lagi pertanyaan yang cukup mengganggu kesejukan khalayak umum. Mencermati persoalan itu, banyak jawaban atas fenomena ini. Bisa karena salah mekanisme pendataan di tingkat panitia pemilih. Bisa karena keberpihakan kelompok atau golongan tertentu. Bisa juga akibat salah menafsirkan perwali. Yang jelas, ribut-ribut pemilihan ketua RT, RW, dan LPMK secara transparan tercium ada pengaruh politik. Tengara ini cukup kuat karena pada 2020 ada pemilihan wali kota (pilwali). Apalagi, Kota Surabaya pada pilwali nanti tidak ada calon petahana, hingga persaingan menjadi bebas. Artinya, persaingan antarkandidat di kota berjuluk Kota Pahlawan ini menjadi sangat terbuka dan keras hingga para pialang politik merajalela ingin mengatur perangkat terbawah pemerintahan agar bisa memenangkan jagonya, mengingat pada tingkatan RT/RW-lah suara pemilih berada. Kondisi demikian memang bukan lagi rahasia. Sudah sangat bisa! Faktanya, kedudukan wali kota selalu diincar partai-partai politik yang ada. Setiap partai politik pasti membangun komunikasi dengan seluruh lapisan masyarakat. Jadi, wajar kalau kedudukan ketua RT, RW, dan LPMK menjadi rebutan hingga tidak jarang ada permainan politik mewarnai pemilihan untuk memenangkan sosok atau jago di setiap wilayah tertentu yang menjadi target partai politik. Kewajaran itu makin jelas dan tegas karena jabatan ketua RT, ketua RW, dan ketua LPMK dianggap bernilai strategis mendulang kemenangan dalam kontestasi politik sekelas pilwali di Kota Surabaya ini. Sehingga, momentum pemilihan RT, RW, dan LPMK tak akan disia-siakan partai politik.(*)
Sumber: