Perkawinan Dini yang hanya Seumur Jagung (1)

Perkawinan Dini yang hanya Seumur Jagung (1)

Seorang pemuda, sebut saja Anto, duduk manis di ruang kerja seorang pengacara, Win (samaran) yang biasa mengurusi proses perceraian di Pengadilan Agama (PA) Surabaya “Inilah risiko perbutanmu sebagai lelaki. Kamu harus jantan. Tidak boleh lari dari tangggung jawab. Kamu tidak bisa  mengelak. Hadapi saja dengan tegar,” kata seorang pria paruh baya di sampingnya, sebut saja Bahim. Anto hanya diam menunduk. Tidak bergerak dan hanya sesekali menoleh ke pria paruh baya tadi. Memorandum yang duduk tidak jauh dari mereka bertanya, “Memangnya ada apa, Pak?” Bahim menoleh dengan pandangan menyelidik. “Anda siapa?” tanyanya dengan ekspresi kaku. “Memorandum. Saya biasa meliput kasus-kasus perceraian di PA.” Wajah Bahim mencair. Tidak lagi tegang. Lebih familier. Bahim bahkan kemudian tersenyum. Tanpa diminta dia lantas bercerita bahwa anak di sampingnya, Anto, sedang digugat cerai istrinya. “Perceraian ini sebenarnya sudah kesepakatan kami. Antara keluarga kami dan keluarga istri Anto, sebut saja Dini,” kata Bahim. Menurut Bahim, semua berawal saat Anto yang duduk di bangku kelas dua SMA merayakan ulang tahun Dini di Sarangan, Magetan. Mereka tidak hanya berdua, tapi bersama-sama teman sekelas. “Di sana kami menggelar pesta di taman hotel yang menyatu dengan rimbun hutan pinus,” kata Anto. Sebenarnya mereka semua sudah sepakat tak boleh ada yang membawa minuman keras. Bahkan ada beberapa guru muda yang ikut mendampingi perayaan ulang tahun di destinasi wisata tersebut. Sebagai pengawas. Para guru itu sengaja diikutkan sebagai syarat yang diajukan ayah Dini. “Orang tua Dini kebetulan kepala dinas dan kepala komite sekolah,” kata Bahim, yang menambahkan bahwa ayah Dini memang banyak ikut campur urusan sekolah. Ternyata larangan membawa minuman keras tadi sebatas hanya sebagai larangan.  Faktanya banyak yang mengeluarkan bekal minuman kerasnya saat pesta mendekati detik-detik akhir hampir tengah malam. Awalnya mereka minum secara sembunyi-sembunyi. Tapi menjelang tengah malam semua dilakukan dengan terbuka. Sebagian guru muda bahkan ikut-ikutan mabuk bersama siswa-siswanya. Hanya sebagian kecil yang tidak terlibat. “Tidak tahu bagaimana mulanya, kami terjebak dalam kondisi hanya berdua di tengah rerimbunan hutan. Selajutnya bla-bla-bla… Anto dan Dini lepas kendali. Mereka berhubungan suami-istri. Hanya sekali itu. Minimal, itulah pengakuan Anto. Juga Dini. Tapi, kenikmatan sesaat tersebut berbuntut panjang. Dini hamil. Orang tua Dini ngamuk. Marah besar. (jos, bersambung)    

Sumber: