Kasus Perampokan Rumdis Walikota Blitar,  M Samanhudi Jalani Sidang Perdana

Kasus Perampokan Rumdis Walikota Blitar,  M Samanhudi Jalani Sidang Perdana

Surabaya, memorandum.co.id - Mantan Walikota Blitar M Samanhudi Anwar menjalani sidang pertama agenda dakwaan di ruang Cakra Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (20/7/2023). Dalam surat dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sabetania mengatakan, dakwaan primer, bahwa terdakwa M Samanhudi pada bulan Agustus 2020 bertempat di Lapas Sragen, Samanhudi menjalani pidana terkait tipikor bersama terpidana pencurian dengan kekerasan (curas), yakni Hermawan alias Natan Moenawar dan Ali Jayadi. Kala itu, mereka saling bertemu saat sedang berkumpul di ruang terbuka. "Selama menjalani pidana itu, saksi beberapa kali berkomunikasi di lapas saat berada di lapangan olahraga, ruangan tahanan khusus napi, saat napi keluar dan diizinkan berkumpul saat itu," kata Sabetania saat membacakan surat dakwaan di Ruang Cakra PN Surabaya. Dakwaan itu dibaca secara bergiliran oleh Tim JPU. Selanjutnya, masing-masing saling memperkenalkan diri. Tanpa segan, Hermawan mengaku dipenjara gegara perkara pencurian dan perampokan di beberapa tempat. Lalu, Samanhudi menceritakan masa lalunya sebagai mantan Walikota Blitar dan bercerita kalau ia ditahan karena kasus korupsi. "Terdakwa Samanhudi mengaku dipenjara karena kasus korupsi dan ia dilaporkan saksi Santoso yang pada saat itu sebagai wakilnya. Sehingga, hal itu membuat dirinya sakit hati," ujarnya. Mereka mengobrol dan memulai pembicaraan terkait Rumdin Walikota Blitar yang pernah dihuni Samanhudi saat menjabat dulu. Lalu, membicarakan terkait adanya uang tunai sebesar Rp 800 juta hungga Rp 1 miliar dalam disimpan dalam kamar rumdin. "Terdakwa Samanhudi mengatakan ada 2 atau 3 orang dari satpol PP yang berjaga, tidak pegang senjata, tidak ada pembantu, dan saat itu menginformasikan terkait jam-jam tidur para penjaga di atas jam 01.00 dinihari," imbuh dia. Ia menyatakan, pintu gerbang tidak dikunci gembok dan apabila pintu utama dikunci, bisa loncat lewat tembok atau pagar. Lalu, 2 Hernawan dan Ali dipindah ke Lapas Madiun. Setelah keluar dari Lapas Madiun mereka berpisah. 2 minggu kemudian Hermawan memiliki keinginan kuat untuk mendapatkan uang dan batang berharga di rumdis walikota Blitar, Hermawan menghubungi rekan di lapas untuk datang ke Cikampek dan mencari rumah kontrakan. Lalu, Hermawan menyampaikan keinginan untuk pencurian di rumdin walikota Blitar. Nopember 2022, Hermawan menghubungi bersama-sama rekannya bertemu di Nganjuk untuk bertemu, lalu mengambil mobil. Sekitar pukul 10.00 WIB, mereka bertemu dan mengendarai mobil Toyota Innova hitam. Desember 2022, Hermawan dan rekannya langsung survei ke TKP. Di lokasi, ia menyesuaikan lokasi dan mengecek informasi dari Samanhudi. Sesampainya di rumdin Walikota Blitar, ternyata benar info yang disampaikan Samanhudi. Saat itu rumdis sedang sepi dan tidak terlalu terang, penjagaan pun juga tidak terlihat. "Selama mempersiapkan pencurian di Rumdin, para saksi menyampaikan rencana pencurian di rumdin Walkota Blitar pada minggu 11 Desember 2022, para saksi mempersiapkan aksi pencurian, kemudian menuju ke Surabaya untuk membeli peralatan. Pukul 01.00 dinihari, dalam kondisi sepi lalu mencari jalan yang sepi, para saksi mengganti nopol dengan tujuan untuk bisa mengelabuhi penjaga," jelas dia. Sekitar 02.00 WIB, penjaga sedang tidur. Lalu membangunkan ketiganya secara bersamaan sambil menodongkan senpi ke salah satu penjaga, lalu menyandera para penjaga lainnya dengan melakban mulut dan mata serta mengikat tangan dan kaki dengan borgol dan ada yang menggunakan tali. Setelah aman, membuka pintu gerbang dan memasukkan ke rumdin Blitar. Dari situ lah, komplotan tersebut mulai melancarkan aksinya. Dalam aksinya, pelaku berhasil membawa 5 buah jam tangan, 1 kalung emas, 1 gelang emas, 1 cincin emas, 1 cincin warna merah serta uang tunai sebesar Rp 700 juta. Akibat perbuatannya itu, Samanhudi didakwa melanggar Pasal 365 ayat 2 ke 1 dan ke 2 ke 3 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke 2 KUHP. Sementara itu, penasihat hukum terdakwa, Irfana Jawahirul memohon kepada Ketua Majelis Hakim Abu Achmad Sidqi Amsya untuk menghadirkan kliennya secara offline. Ia juga bakal menyampaikan jawaban atau eksepsi secara tertulis pekan depan. "Kami mohon waktu untuk menanggapi di eksepsi, saya belum menerima. Kami kuasa yang baru, tadi malam menerima kuasa dari pak Samanhudi, belum menerima salinan dakwaan dan berkas. Kami sampaikan pertemuan kami tadi malam bahwa beliau menginginkan untuk disidangkan secara offline, untuk itu sebelum dimulai kami sampaikan supaya jadi perhatian," bebernya. Dalam wawancara dengan wartawan, Penasehan Hukum terdakwa Irfana Jawahirul terkait eksepsi ia mengaku belum mendapatkan salinan dakwaan. "Saya akan mempelajari dahulu, nanti baru kami sampaikan terkait keberatan-keberatan yang akan kami ajukan dalam sidang," kata penasehan hukum terdakwa. Ia juga meminta untuk sidang selanjutnya berjalan offline karena sudah tidak ada covid. Kendala jaringan yang terkadang putus-putus bisa mengganggu proses jalannya persidangan. (rid/ono)

Sumber: