Perhutani KPH Blitar Tingkatkan Kemitraan dengan KTH
Blitar, memorandum.co.id-Perum Perhutani berusaha untuk menjaga dan meningkatkan kerja sama dengan masyarakat kawasan hutan. Diantaranya, melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), Kelompok Tani Hutan (KTH) dan sebagainya. Hal ini bertujuan, agar masyarakat di sekitar kawasan hutan dapat memperoleh manfaat ekonomi dari keberadaan hutan, tapi tetap menjaga kelestariannya. Hal ini diungkapkan Administratur Perum Perhutani KPH Blitar, Muklisin, S.Hut pada Memorandum.co.id saat ditemui di Kantornya, pada Jum'at (14/7/2023). Dirinya menyebut, untuk mengakses dan mengelola hutan membutuhkan prosedur tersendiri. "Jadi, kita ingin hutan ini tetap lestari, tapi kita ingin juga masyarakat di sekitar hutan juga bisa mendapatkan manfaat ekonomi dari hutan. Maka, perlu adanya prosedur yang harus dilalui, perlu ada aturan yang harus ditaati juga. Jangan sampai, malah terjadi eksploitasi, yang ujungnya malah merugikan masyarakat sendiri," ungkapnya. Terlebih, jika menyangkut batas kawasan hutan. Banyak permasalahan yang timbul, akibat kesalahan presepsi masyarakat dalam menentukan batas antara lahan miliknya, dengan kawasan hutan. Sejatinya, dalam pengelolaan tanah hak milik yang lokasinya berbatasan dengan kawasan hutan, sebaiknya mengirim surat resmi pada Perum Perhutani untuk memastikan batas kawasan. Surat dapat dikirim ke Kantor Perum Perhutani KPH Blitar, selanjutnya akan diteruskan kepada Kepala Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur. Kemudian, akan diterjunkan tim pengukuran, yang nantinya akan mengeluarkan BAP tentang batas kawasan. "Lebih baik kirim surat dulu untuk memastikan batas kawasan hingga dikeluarkannya BAP, supaya nanti tidak terjadi masalah hukum. BAP itu nanti jadi landasan agar tidak ada implikasi hukum kedepannya. Jangan sampai, hanya berdasarkan keterangan seseorang, terus langsung ditebang," jelasnya. Terkait hal ini, Muklisin amat menyarankan masyarakat yang memiliki lahan yang berbatasan dengan kawasan hutan, untuk lebih bersabar dengan mengikuti prosedur yang ada. Ini bertujuan untuk menghindari kesalahan yang nantinya akan menyerempet ranah hukum. Salah satunya, seperti permasalahan Kepala Desa (Kades) Tugurejo Supangat. "Batas kawasan harus dipastikan, karena kalau cuma keterangan-keterangan saja, apa lagi pas pohonnya sama, kan jadi bingung, dari pada salah mending bersurat dulu. Kasus Pak Supangat ini, bisa dijadikan pelajaran bagi masyarakat," terang Muklisin. Ditanyai tentang KTH Jati Lestari Desa Tugurejo yang mengancam akan membubarkan diri, Muklisin menghimbau masyarakat untuk dapat menahan emosi. Dirinya meminta masyarakat untuk mentelaah lebih lanjut, karena KTH merupakan bentuk kemitraan masyarakat dengan Perum Perhutani untuk mengakses dan mengelola kawasan hutan. "Seandainya dibubarkan, bagaimana nanti legal formalnya ketika masyarakat ingin mengelola kawasan hutan, malah repot kedepannya. Kebetulan juga saya sebagai Administratur yang baru, juga mengedepankan musyawarah dan komunikasi yang baik, untuk mencari solusi," paparnya. Perihal, kasus hukum Supangat, Muklisin menjelaskan, pihaknya akan mengikuti seluruh proses hukum yang ada. Kendati demikian, Perhutani tetap terbuka, jika dalam proses hukum terdapat upaya mediasi yang harus dilalui. "Karena sudah terlanjur bergulir ke ranah hukum, maka kami akan mengikuti prosesnya. Kondisinya sekarang, kita juga menghadapi gugatan perdata dari Pak Supangat. Dua karyawan Perhutani digugat secara perdata terkait dengan pengukuran batas kawasan yang dipermasalahkan," ujarnya. Saat ini, gugatan tersebut pun sedang bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Blitar dan telah tercatat pada daftar perkara perdata. Selain itu, Muklisin juga menjelaskan, dalam gugatan itu, Supangat juga menggugat Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XI Yogyakarta. "Jadi, kami tetap mengikuti prosesnya. Kami pun juga terbuka jika nanti dalam proses berjalan akan dilakukan mediasi dan sebagainya," pungkas Muklisin. (nus/zan/ono)
Sumber: