Nasib Miris Perjalanan Cinta sang Pengusaha (1)
Nasik (samaran) terpukul. Ia mengaku tidak mau lagi melihat wajah istrinya, sebut saja Nindra. Pengusaha sukses ini berencana menceraikan istri keduanya tersebut. Nindra dianggap pembohong. Nasik menikahi Nindra sekitar tiga tahun lalu. Perempuan ini menggantikan posisi istri pertama Nasik, sebut saja Laila, yang meninggal setahun sebelumnya. Laila dipanggil ke haribaan Yang Mahakuasa dalam kecelakaan lalu lintas sepulang mengajar. Laila memang seorang guru SMA. Menurut Nasik, rumah tangganya bersama Laila berjalan harmonis, meski mereka tidak dikaruniai momongan. “Kami berumah tangga selama tepat 10 tahun. Tidak lebih, tidak kurang,” kata Nasik mengenang masa lalunya. Hal itu dia ungkapkan di kantor pengacara sekitar Pengadilan Agama (PA) Surabaya, Jalan Ketintang Madya, beberapa waktu lalu. Kecelakaan yang merenggut nyawa Laila itu terjadi sepulang dia mengajar di SMA kawasan Kusuma Bangsa. Dia rencananya mampir Gramedia Tunjungan Plaza untuk membeli Alquran. Kitab suci itu akan diberikan sebagai hadiah ulang tahun Nasik, malam harinya. Nasik kebetula baru lulus program dasar membaca Alquran di Griya Alquran. Diakui pengusaha air minum kemasan ini, waktu kecil sebenarnya dia sudah bisa membaca Alquran, namun sangat jauh dari sempurna. Jangankan sempurna, benar tajwid-nya saja tidak. Dia belajar ala kadarnya kepada ustaz kampung di langgar dekat rumah. Seingatnya, itu terjadi selama dia duduk di kelas tiga hingga kelas enam sekolah dasar (SD). Begitu masuk SMP, dia tidak pernah lagi pergi ke langgar. Jangankan mengaji, salat di rumah saja saja sudah jarang dia lakukan. “Pada awal berumah tangga, sebenarnya Laila sudah mengingatkan aku. Ya soal salat, ya soal ngaji, ya soal ibadah-ibadah yang lain. Tapi, semua nasihat itu masuk telinga kiri dan keluar lagi dari telinga kiri juga. Mending kalau keluar dari telinga kanan, mungkin ada sedikit-sedikit yang nyanthol,” tutur pria berpenampilan keren ini. Nasik baru mau salat dan mengaji setelah diancam istrinya yang lulusan pondok pesantren di Ngawi ini. Nasik sebenarnya tahu bahwa ancaman Laila itu tidak lebih dari gertak sambal, walau begitu cara tersebut benar-benar mengena di hatinya. Laila mengancam bakal meninggalkan Nasik andai bersikeras tidak mau juga menjalankan syariat yang paling dasar dalam beragama: salat dan mengaji. “Dia tahu aku teramat sangat mencintainya. Berlebihan ya? Tapi, memang kenyataanya aku tidak bakalan bisa hidup tanpa dia,” tegas Nasik, yang mengucapkan ini seolah tidak ada perempuan di dunia ini selain Laila. Nah, tiga minggu pascaancaman itu, ketika Nasik belum juga mau salat dan mengaji, Laila berpamitan pulang ke rumah orang tuanya di Paciran, Lamongan. Tentu saja Nasik mengizinkan. Mana mungkin dia tidak mengizikan istrinya bersilaturahmi ke orang tua sendiri? Lewat dari tiga hari, sebagaimana kebiasaan Laila kalau pulang kampung, kali ini dia tidak segera pulang. Demikian juga ketika sudah lewat empat, lima, enam, lima, enam hari, Laila belum juga pulag. Padahal, Nasik sudah cemot-cemot menanggung rindu. (jos, bersambung)
Sumber: