Wali Kota Sutiaji Dukung Perjuangkan Hak Perempuan Pekerja Rumahan

Wali Kota Sutiaji Dukung Perjuangkan Hak Perempuan Pekerja Rumahan

Malang, Memorandum.co.id - Pemkot Malang memberikan perhatian khusus terhadap pekerja informal, yaitu perempuan pekerja rumahan. Utamanya berkaitan dengan perlindungan dan keberlangsungan dalam bekerja untuk menopang kebutuhan keseharian. Komitmen Pemkot Malang ini mendapatkan apresiasi dari Badan Pekerja Komnas Perempuan Divisi Anti Kekerasan terhadap Perempuan RI yang menjadikan Kota Malang sebagai salah satu kota rujukan untuk merumuskan kebijakan berkaitan dengan perempuan pekerja rumahan. Komnas mengidentifikasi perempuan pekerja rumahan atau yang kelompok yang masuk kategori POS (Putting of System) atau dikenal dengan pekerja borongan (rumah) ini kebanyakan adalah single parents atau suaminya bekerja secara serabutan. Badan Pekerja Komnas Perempuan Divisi Anti Kekerasan terhadap Perempuan RI Tiasri Wiandani menyampaikan Komnas Perempuan memotret perempuan pekerja rumahan belum mendapatkan hak-hak selaku pekerja secara memadai, termasuk dalam sisi perlindungan. “Dua sisi kritis yang sudah kami cermati, ada kecenderungan pelaku usaha melakukan strategi pemangkasan biaya produksi seperti penggunaan listrik dan lain lain serta pemanfaatan atas kondisi keterdesakan ekonomi para pelaku pekerja rumahan sehingga tidak memiliki posisi tawar,” katanya saat beraudiensi dengan Wali Kota Malang Drs H Sutiaji, di ruang rapat Wali Kota Malang, Senin (19/6). Posisi perempuan pekerja rumahan tersebut sangat lemah dari sisi nilai tawar, karean diantara mereka banyak yang tidak dilengkapi dengan perjanjian kerja. Ini tentunya tidak memiliki landasan hukum terkait dengan perlindungan kerja. Ketertarikan Komnas Perempuan RI terhadap Kota Malang, diantaranya Pemkot Malang telah memberikan jaminan kesehatan (100 %) pada semua warganya atau sering disebut dengan Universal Health Coverage (UHC). Tiasri mengatakan Pemkot Malang juga telah mengegendakan Musrenbang Tematik Perempuan sebagai bentuk kepedulian terhadap kaum perempuan. “Kami sangat berharap Kota Malang ada kebijakan terhadap jaminan perlindungan ketenagakerjaan kepada kelompok perempuan pekerja rumahan,” harapnya. Merespon itu, Wali Kota Malang menegaskan komitmennya berkaitan dengan pengarus utamaan gender (PUG). “Saya menangkap perhatian khusus terkait isu pekerja perumahan. Pemerintah Kota memiliki komitmen atas hal tersebut. Tidak sekadar kekerasan secara fisik namun juga psikis. Oleh karenanya, saya minta musrenbang 2024 memasukkan isu pekerja rumahan,” jelasnya. Wali Kota Sutiaji memerintahkan Perangkat Daerah teknis dan Bagian Hukum saat proses pembahasan berkaitan peraturan daerah tentang PUG yang kini berlangsung, agar menambahkan klausul pasal khusus berkaitan dengan perempuan pekerja rumahan. Sutiaji mengajak Komnas Perempuan RI untuk berjuang terkait pemanfaatan DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau) ke Kemenkeu RI. “Kita lihat energi DBHCHT sangat besar dan belum termanfaatkan secara maksimal. Mari kita perjuangkan Permenkeu yang mengatur penggunaannya, satu diantaranya bisa dikhususkan untuk perempuan pekerja perumahan,” harapnya. Sementara itu, pekerja rumahan yang tergabung Jaringan Perempuan Pekerja Rumahan RI (JPPR RI) wilayah Malang Yuyun Ekowati mengaku selama ini tidak ada perjanjian atau kontrak kerja secara khusus. Namun, perempuan berdomisili di Polehan yang bekerja borongan konveksi ini bersyukur di tempatnya bekerja ada proses negosiasi dengan pemberi kerja untuk urusan penyesuaian upah. Pemberi kerja juga memberikan bantuan peralatan jahit serta memberikan keleluasan untuk memanfaatkan limbah kain untuk produksi pernak pernik (kriya mandiri). Disebutkan, di kawasan Polehan saat ini telah berdiri Sekolah Pekerja Rumahan yang diharapkan dapat meningkatkan kompetensi pekerja perempuan. Diketahui, belum semua daerah terbentuk JPPR RI. Di Jawa Timur baru terbentuk 6 daerah, diantaranya Kota Malang. Sebelumnya, Komnas Perempuan RI mengunjungi Kota Solo dan Yogyakarta. (ari/gus)

Sumber: