Mengejar Kesaktian, Menembus Tabir Dunia Antah Berantah (2)
Dijanjikan Menjadi Orang Sakti saat Waktu Berhenti Mendadak Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Pagi itu seluruh pengurus RT berkumpul, membicarakan pendoso yang berjalan sendiri ke rumah Songek. Ada yang meyakini itu sebagai pertanda bahwa waktu kematian si daokeh sudah dekat. Tapi, ada yang curiga ada anak-anak nakal dan iseng memindahkan pendoso dari tempatnya di belakang langgar. Kami tutup mulut. Pagi itu juga pendoso dikembalikan ke ruangan khusus di pojok belakang langgar. Wak Kaji Sugetan, salah satu imam rawatib yang rumahnya tepat di samping kiri langgar, menghampiri saat kami mandi di Kali Bokong. “Kalau kalian ulangi menakut-nakuti orang-orang sekampung, kalian akan kami bawa ke kantor polisi,” kata Wak Kaji disertai muka penuh amarah. Rupanya dia memergoki kami mengusung pendoso pada Kamis malam itu. Tapi, kami tahu itu hanyalah cara Wak Kaji Sugetan mengingatkan kami agar tidak mengulangi keisengan kami. Kami juga yakin Wak Kaji Sugetan tidak bakalan membocorkan masalah ini. Tidak ada yang menduga, begitu pendoso dikembalikan ke tempatnya semula, ada kabar menyusul bahwa Songek meninggal. Hayong pun menyeletuk, “Aku sudah menduga Songek akan mati. Makanya tadi (Kamis malam, red) aku mengajak kalian mengusungnya ke rumah dia.” Hayong berkata begitu sambil berlagak seperti orang pintar yang waskita, weruh sakdurunge winarah. Tahu sebelum terjadi. Sejak itu gayanya selalu aneh-aneh. Salah satunya, antara lain, menebak guru kami yang paling kereng, guru aljabar, bakal berkelejotan begitu duduk di kursinya. Benar. Ketika guru tersebut datang, menyampaikan salam, dan duduk di kursinya, Hayong menghitung angka dari satu sampai 10. Begitu sampai hitungan ketiga, guru yang dijuluki Pak Brengos itu mendadak bangun dan mengibas-kibas tubuhnya. “Benar kan? Dia kelejotan,” kata Hayong. Bangga. Memorandum kaget dan kagum. Tapi, kekaguman itu hanya sesaat. Sebab, tak lama kemudian Linda, salah satu teman cewek kami, membocorkan rahasia kesaktian Hayong. “Pagi-pagi buta tadi Hayong menyebarkan rawe di kusi Pak Brengos. Aku memergokinya,” kata Linda, yang minta agar informasi ini tidak disebarluaskan. Tidak hanya itu. Masih banyak lagi ulah Hayong yang dia yakini bisa menaikkan pamornya sebagai orang pintar yang waskita. Padahal, Memorandum yakin dia sadar bahwa teman-teman tahu bahwa aksinya itu hanya tipi-tipu. “Suatu saat aku benar-benar bakal menguasai ilmu ke-waskita-an. Tadi malam aku bermimpi bertemu orang yang wajahnya putih bersih dan rambutnya hitam pekat. Padahal, sejatinya dia sudah sepuh,” kata Hayong. Pesan orang tua itu, “Kau bakal menjadi orang sakti ketika bertemu kejadian ini: tiba-tiba waktu berhenti mendadak. Semua membeku dan mematung. Jangan sia-siakan waktu yang hanya sesaat itu. Hiruplah udara kuat-kuat. Itu adalah udara pengetahuan. Kau harus bergegas. Tidak semua orang menyadari. Hanya orang-orang terpilih yang bisa merasakannya.” Begitu kata Hayong. (bersambung)
Sumber: