Tok-tok Bawean, Tradisi Adu Sapi untuk Naikkan Harga Ternak

Tok-tok Bawean, Tradisi Adu Sapi untuk Naikkan Harga Ternak

Bawean, memorandum.co.id - Bakda salat Zuhur, ratusan pasang mata berduyun-duyun memenuhi lapangan sepak bola Desa Daun, Kecamatan Sangkapura, Pulau Bawean. Bukan untuk menonton laga si kulit bundar, mereka antusias menyaksikan tradisi adu sapi. Tok-tok Bawean, namanya. Puluhan sapi jantan sudah memenuhi lapangan Desa Daun. Bersiap membuktikan sapi mana paling kuat. Masyarakat Pulau Bawean lazim menyebut aduan sapi itu tok-tok. Hiburan rakyat ini telah menjadi tradisi turun-temurun. "Ini salah satu tradisi di Pulau Bawean, turun-temurun sejak lama. Tok-tok biasanya ada di setiap desa dan setiap bulan selalu diselenggarakan. Ada kumpulannya sendiri, Kelompok Aduan Sapi," kata Kepala Desa (Kades) Daun, Abdul Aziz saat berbincang dengan memorandum.co.id, kemarin. Selain menjadi sarana hiburan gratis bagi masyarakat Bawean, adu sapi ini menjadi sarana membangun solidaritas dan kebersamaan antarsesama. Menariknya, tidak ada hadiah bagi pemenang tok-tok. Akan tetapi memiliki legacy atau gengsi sapi jawara. "Tidak ada hadiahnya, tapi sapi yang sering menang harganya akan semakin mahal," imbuh Aziz. Hal ini menjadi bisnis yang menggiurkan sekaligus adu gengsi antarpeternak. Sapi-sapi peranakan Jawa-Bali itu dipersiapkan sebaik mungkin sebelum diturunkan untuk beradu di lapangan. "Nantinya, sapi yang menang ketika dijual di pasar harganya akan jauh lebih mahal. Misalnya, jika biasanya satu ekor sapi dihargai Rp 30 juta, setelah menang tok-tok harganya bisa mencapai Rp 33 juta. Kalau menang lagi, harganya juga naik lagi," jelentrehnya. Tok-tok biasanya digelar di sebuah lapangan terbuka serta dikelilingi penonton yang datang dari seluruh penjuru Pulau Bawean. Sapi aduan memiliki postur yang cukup besar. Dalam satu pertandingan, dua ekor sapi beradu kuat. Mulanya, sapi ditempatkan di pojok timur dan pojok barat. "Seperti pertandingan tinju, tok-tok juga ada kelasnya. Biasanya, kelas ringan dengan sedikit penonton itu dimulai jam 1 siang. Untuk pertandingan utamanya jam 4 sore, bisanya sapi-sapi jawara yang bertanding. Pasti selalu ramai penonton, hiburan untuk masyarakat," tandasnya. Diiringi riuh tepuk tangan, dua sapi jantan diadu oleh pawang yang bertugas mengawasi pertandingan. Tok-tok dimulai. Sapi-sapi itu beranjak dari posisi lalu saling beradu kepala. Sorak sorai penonton membuat aduan sapi kian menegangkan. Pertandingan selesai ketika salah satu sapi kalah. "Sapi kalah, misalnya lari atau terluka parah. Biasanya luka robek di perut atau lereh akibat terkena tanduk. Tidak jarang kalau luka parah dan tidak bisa diselamatkan langsung disembelih. Kemudian panitia atau kelompok itu patungan untuk mengganti sapi yang disembelih. Diganti sesuai harga di pasaran," bebernya. Di sisi lain, kendati sudah turun-temurun tradisi aduan sapi ini masih menuai kontroversi. Tidak sedikit tokoh agama/kiai yang menentang tradisi tok-tok karena dinilai haram. "Tapi tradisi tok-tok sudah mengakar di Pulau Bawean, meskipun ada yang menentang nyatanya tetap lestari sampai sekarang," tutupnya. Terlepas dari kontroversi, tradisi tok-tok Bawean sudah mengakar. Bahkan, mereka memiliki perkumpulan tersendiri lengkap beserta struktur pengurusnya. Tak ada hadiah apapun, mereka hanya menyalurkan hobby sekaligus menjadi berkah tersendiri bagi mereka yang memiliki sapi jawara. Karena melalui adu sapi inilah spontan harga sapi pun merangkak naik secara drastis. Tak hanya itu, tok-tok di Pulau Bawean juga menjadi semacam adu gengsi para peternak sapi. Kebanggaan tersendiri bagi peternak jika sapinya keluar sebagai pemenang.(and/har/ziz)

Sumber: