Menelisik Sejarah dan Arsitektur Kuno di Masjid Jami’ Peneleh
Kondisi Masjid Jami' di Jalan Peneleh masih kental dengan arsitektur kuno. Surabaya, memorandum.co.id - Julukan Surabaya sebagai Kota Pahlawan diperkuat dengan menjamurnya situs-situs bersejarah. Tak hanya peninggalan zaman kerajaan, di Surabaya juga tidak terhitung berapa banyak peradaban islam yang eksis. Salah satunya terlihat di Jalan Peneleh. Perkampungan tertua di Surabaya. Di sana, banyak situs yang menegaskan Surabaya adalah kota pahlawan. Selain jadi simbol perlawanan penjajah masa itu, di kampung lahirnya Bung Karno ini juga terdapat situs penyebaran islam yang cukup tersohor. Masjid Jami' Peneleh berdiri kokoh di Jalan Peneleh V. Meski tidak ada literatur pasti mengenai sejarah berdirinya masjid itu, namun masjid dengan arsitektur kuno ini dapat dipastikan merupakan salah satu masjid tertua di Kota Surabaya. Hal itu ditegaskan Ketua takmir masjid, Sofyan. Dari cerita turun temurun yang ia dengar, masjid Jami' merupakan masjid peninggalan Raden Rahmat atau dikenal Sunan Ampel. Selain Masjid Rahmad dan Masjid Ampel sendiri. Sofyan menyebut, jika masjid ini memiliki sejarah di jaman Majapahit. Salah satu Wali Songo, Sunan Ampel menggunakan Masjid Peneleh ini salah satu metode penyebaran agama Islam di Surabaya, Jawa Timur. Pemilik nama asli Raden Mohammad Ali Rahmatulloh ini pun mendirikan Masjid Jami Peneleh sekitar abad ke 18 atau 1430 Masehi. Artinya, masjid yang terletak di Jalan Peneleh Gang V Surabaya ini menjadi salah satu masjid tertua di Kota Pahlawan. Bernuansa kuno, bangunan ini memiliki bentuk menyerupai joglo. Memiliki langit-langit yang tinggi dengan permainan kisi-kisi. Rangka langit-langit berhiaskan huruf Arab yang memuat nama empat sahabat Nabi Muhammad. Yaitu Abu Bakar Ash Shidiq, Umar bin Khatab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. "Masjid dengan luas 999 meter persegi ini memiliki 10 tiang yang terbuat dari kayu jati. Kayu jati ini sendiri, menjulang tinggi menyambung bagian langit-langit masjid. Sepuluh tiang utama penyangga atap ini disebut Soko Guru yang melambangkan 10 malaikat Allah," kata Sofyan. Sofyan melanjutkan, masjid ini dikelilingi 25 ventilasi. Setiap ventilasi, terukir aksara Arab indah nama-nama 25 Nabi. Aksen-aksen kayu berwarna cokelat menghiasi masjid ini. Jendela yang besar membuat masjid sejuk di tengah panasnya Surabaya. Cerita unik lain, juga menyelimuti masjid ini. Dibangun pada abad ke 18, Masjid Jami' jadi saksi serangan bom Belanda jaman kolonial. Kala itu, menara Masjid Peneleh pernah rusak akibat serangan meriam. Kabarnya, meski menghancurkan menara dan langit-langit, namun meriam itu justru tak meledak ketika menghantam lantai. Sejak dibangun pertama kali, Masjid Jami Peneleh ini sudah direnovasi 2 kali. Pada 1980-an dan 1986. Meski begitu, renovasi di masjid peninggalan tokoh Wali Songo ini tidak mengubah bentuk arsitektur aslinya. Arsitektur kuno dengan banyak aksen kayu terlihat kental di masjid ini. Warna cokelat dan krem mendominasi seluruh Masjid Jami Peneleh. Meski terlihat kuno namun dalam bangunan ini terlihat megah dengan tiang-tiang yang menjulang tinggi. "Jika dilihat dari atas, Masjid Jami Peneleh ini bak perahu terbalik yang menghadap ke barat. Maknanya, mengajak masyarakat untuk beribadah (salat) ke arah kiblat (Mekah)," cerita Sofyan Ciri khas Masjid Jami Peneleh terletak pada beduknya. Diketahui, masjid tersebut memiliki sebuah beduk misterius bernama Beduk kintir. Konon beduk itu ditemukan mengapung di Sungai Kalimas tepatnya di wilayah Peneleh. Saat dipindahkan ke Masjid Kemayoran Surabaya (sekitar 5 kilometer dari Masjid Peneleh), beduk itu tak bisa dibunyikan. Benda itu hanya bisa berbunyi di Masjid Peneleh saja. Bagian dalam serambi masjid yang terdapat sumur tua yang berdiameter sekitar 50 sentimeter. Menurut cerita yang beredar, sumur tersebut terhubung ke sumur zam-zam dan sumur Masjid Ampel. Kabarnya, kualitas air sumur Masjid Peneleh sepadan dengan sumur di Masjid Ampel dan air zam-zam di halaman Kota Suci Mekah. Meski begitu, kini sumur tersebut ditutup. Karena banyak mengandung logam berat akibat senjata yang disimpan pada masa perang kemerdekaan. Masjid yang dibangun sekitar abad ke 18 atau 1430 Masehi tersebut sebagai salah satu metode penyebaran agama Islam di perkampungan Peneleh yang saat itu masyarakatnya beragam dan hidup damai. Kini, keberadaan Masjid di perkampungan padat penduduk ini menjadi penyangga keimanan umat Islam di tengah gempuran hedonisme masyarakat urban. Setiap hari, Masjid selalu ramai aktifitas belajar mengajar keagamaan.(fdn)
Sumber: