Anggaran Rp 3 T untuk UMKM, Pakar: Waspada Politik Balas Budi

 Anggaran Rp 3 T untuk UMKM, Pakar: Waspada Politik Balas Budi

Surabaya, memorandum.co.id - Pakar kebijakan publik Dr Moch Mubarok Muharam mengingatkan warga Kota Surabaya untuk tidak melakukan politik balas budi terhadap partai politik tertentu. Karena sudah kewajiban negara (Pemkot Surabaya) menjalankan program untuk mensejahterakan rakyat. Disampaikan alokasi anggaran sebesar Rp 3 triliun untuk pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Surabaya. Website resmi Pemkot Surabaya mencatat, sebanyak 17.897 UMKM terdaftar dan sudah memiliki nomor induk berusaha (NIB). Namun dana Rp 3 triliun tidak sedikit dan kemungkinan terdapat potensi kebocoran. Dr Moch Mubarok Muharam mendesak semua lapisan masyarakat, wakil rakyat, tokoh masyarakat, melakukan kontrol dan edukasi terhadap program pemerintah. “Agar program itu tidak diselewengkan dan mubazir,” tegas Mubarok. Sejauh ini, pengamat kebijakan kelahiran asli Kota Surabaya menyebutan, banyak program pemerintah yang tidak ada berkesinambungan. “Ingat program itu merupakan kewajiban negara (pemerintah) bukan program yang dibuat oleh pihak parpol tertentu,” tandas dia. Karena itu, Dr Mubarok mengingatkan agar warga kota tidak merasa berutang budi pada parpol tertentu atau pada wali kota sebagai pelaksana program kerakyatan. “Mereka dapat merasa program untuk rakyat. Siapapun yang menjabat di Kota Surabaya harus mensejahterakan rakyat,” kata dia. Agar tidak menjadi persepsi yang diterima sebagai kebenaran (karena mendekati tahun politik), lanjut dosen FISIP Unesa ini, program tersebut harus tersosialisasi, bahwa itu program negara. “Netral dan tidak ada tendensi politik atau politik balas budi,” urai dia. Untuk memuluskan rencananya, Wali Kota Eri menggandeng desainer untuk menciptakan dan mengembangkan inovasi dari produk para pelaku UMKM. Langkah tersebut telah terealisasi, yakni menggandeng 14 desainer UMKM Surabaya yang berkolaborasi dengan 16 pembatik Surabaya. Hasilnya, mereka menciptakan delapan motif batik Surabaya atau yang dikenal sebagai Batik Suroboyo. “Maka saya minta ajak desainer, nanti yang membayar adalah pemkot. Contoh yang mendesain sepatu adalah mahasiswa Desain Produk (Despro). Sehingga UMKM itu belajar, karena tidak bisa UMKM akan naik menjadi lebih tinggi kalau tidak melalui proses (belajar) ini,” kata Eri. Optimisme Eri patut diacungi jempol. Namun sekali lagi, dana Rp 3 triliun tidak sedikit. Dengan APBD Rp 11,2 triliun berarti hanya tersisa Rp 8,2 triliun yang tersisa. Pertanyaannya, mungkinkan sisa anggaran tersebut digunakan untuk merealisasikan rencana proyek-proyek utama Pemkot Surabaya seperti penanggulangan banjir, program padat karya, hingga menggaji ASN?. (day)

Sumber: