Mengenalkan Wisata dan Keramahan Warga Lewat East Java Journey 2023
Surabaya, memorandum.co.id - Ada banyak cara mempromosikan pariwisata sebuah daerah. Salah satunya yang sedang populer adalah lewat olahraga atau sport tourism. Mainsepeda, bagian dari DBL Indonesia, coba melakukan itu lewat event sepeda bernama East Java Journey 2023. Event itu mengajak 106 cyclist menjelajah rute-rute bersepeda menantang di Jawa Timur. Digelar selama 6 hari. Mulai Selasa 14 Maret 2023 dan berakhir Minggu 19 Maret 2023. Ada dua kategori di East Java Journey 2023. Pertama kategori Full Journey yang mengajak peserta mengelilingi Jawa Timur. Menempuh jarak 1.200 Km. Dimulai dengan start di Surabaya, Selasa (14/3). Dan berakhir kembali ke Surabaya, Minggu (19/3). Melewati 25 kota/kabupaten di Jawa Timur. Atau setara melewati 65 persen lebih wilayah kota/kabupaten di Jawa Timur yang total berjumlah 38. Sementara kategori kedua adalah Half Journey. Menempuh jarak 600 Km lebih. Start dan finis di Surabaya. Kategori ini menantang peserta melintasi lebih dari separo wilayah di Jawa Timur. Melintasi 17 kota dan kabupaten. Founder Mainsepeda Azrul Ananda mengatakan selama ini event-eventnya memang memikirkan bagaimana punya economic impact pada daerah yang dilintasi. Termasuk juga bagaimana membangkitkan wisata lokalnya. “Selama ini kami melakukan hal-hal seperti itu lewat one day event. Nah ini eventnya berjalan enam hari, melintasi puluhan kota dan kabupaten,” jelas Azrul. Azrul tergerak membuat event ultra cycling mengelilingi Jawa Timur karena pada suatu momen Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa berpesan. Saat itu Khofifah berharap agar event-event sepeda yang dibuat Azrul Ananda juga menyasar wilayah selatan Jatim. East Java Journey 2023 menjawab hal itu. Apalagi event tersebut diikuti peserta dari seluruh Indonesia. Peserta terjauh datang dari Jayapura, Medyanus Pata dan Ahmad Idris. Keduanya mengikuti kategori Half Journey. “Penasaran saya dengan rute bersepeda di Jawa Timur. Sekaligus juga melihat alamnya. Beda karena karakter rute tanjakan di Jawa Timur dan Papua,” kata Medyanus, pegawai sebuah bank BUMN tersebut. Mayoritas peserta puas dengan rute East Java Journey 2023. Sebab mereka tak sekadar disuguhi tanjakan, namun juga pemandangan-pemandangan indah. Misalnya pengusaha asal Surabaya John Boemihardjo yang mengaku sangat terkesan bisa melihat magic hour Gunung Semeru. Saat itu John, panggilan akrabnya, melintas rute menuju check point 3 di Curah Kobokan, Lumajang. Ia melihat pemandangan Gunung Semeru yang sangat cerah, dengan ada awan warna putih dan oranye yang membaur. “Katanya orang sekitar tidak gampang melihat seperti itu karena biasanya tertutup awan dan kabut,” ceritanya. Para peserta juga aktif membuat konten di balik keindahan rute yang dilewati. Selain untuk kepentingan pribadinya, peserta juga tertangan karena adanya kompetisi konten yang digelar panitia. “Harapannya konten-konten dari peserta itu juga bisa efektif membantu promosi daerah-daerah yang dilewatinya,” katanya. Melihat potensi ini beberapa pemerintah daerah (pemda) mendukung penuh penyelenggaraan East Java Journey. Pemkot Madiun, Pemkab Trenggalek, dan Pemkab Banyuwangi misalnya. Mereka tak sekadar mengizinkan kotanya sebagai tempat check point. Namua mereka juga memanfaatkan itu untuk mengenalkan potensi alam maupun kuliner di wilayahnya. Event ini juga memberikan hiburan bukan pada pesertanya saja, tapi juga masyarakat. Sebab, East Java Journey 2023 menggunakan sistem live race tracking. Lewat sistem ini, masyarakat bisa memantau di mana saja para peserta berada. Hal itu ternyata berdampak positif pada masyarakat. Hampir di semua daerah yang dilewati, masyarakat berlomba-lomba menunjukkan keramahannya pada para cyclist. Apalagi event ini memang sifatnya seft support. Itu yang menggugah warga untuk tergerak memberikan support. "Waktu masuk pacitan setelah hutan, masyarakat di daerah situ bagus. kan gelap engga ada lampu penerangan. kadang ada penduduk sekitar yang membantu memberi penerangan gitu waktu di jalan papasan," kenang Iskan Aris Subekti, peserta East Java Journey 2023 kategori 600 Km. Hal yang sama dialami pembalap nasional Arfiana Khairunnisa. Ia mendapatkan pertolongan dari masyarakat sekitar ketika brake pad (bantalan rem)-nya menipis. “Saya sempat tanya orang di mana ada bengkel sepeda untuk beli brake pad, eh tidak lama kemudian ada yang mengantarkan saya ke bengkel,” ujar perempuan yang kerap disapa Fian itu. Peserta 73 Tahun Gowes 1.200 KM Keliling Jatim Selama 5 Hari Salah satu peserta menarik lainnya di event ultra cycling East Java Journey 2023 adalah Go Suhartono. Cyclist asal Surabaya itu berusia 73 tahun. Meskipun usianya tak lagi mudah, namun Koh Hay, begitu Go Suhartono biasa dipanggil masih kompetitif menyelesaikan East Java Journey 2023. Ia berhasil finis sebelum cut of time (COT). Koh Hay mengikuti East Java Journey 2023 kategori Full Journey (1.200 Km). Ia ambil bagian dalam kelas men pair. Ia duet dengan anak muda bernama Octavian Trisna Wijaya (31 tahun). Keduanya menggunakan brand sepeda lokal, Wdnsdy. Keduanya mulai gowes bersama-sama 40 peserta kategori Full Journey lainnya pada Selasa 14 Maret 2023. Start pukul 06.00 WIB di Surabaya Town Square. Koh Hay-Octavian menyelesaikan tantangan gowes 1.200 Km dengan berhasil finis di Surabaya Town Square, Sabtu 19 Maret 2023 pukul 22.47 WIB. Total ia membutuhkan waktu 112 jam 43 menit. Koh Hay masih kompetitif meskipun lawan-lawannya mayoritas di bawah 50 tahun. Terbukti ia beberapa kali bisa berada di kelompok tengah. Tidak berada di posisi paling belakang. Ia juga beberapa kali terpaksa meninggalkan pasangannya, Octavian untuk menjaga momentum dan pace. Hal itu unik karena Koh Hay tidak membawa bikecomp maupun GPS. Mata Koh Hay sudah tidak maksimal melihat angka-angka di bikecomp yang terlalu kecil. Oleh karena itu ia dipasangkan dengan Octavian sebagai pemandu. Namun justru Oktavian beberapa kali tertinggal di belakang. Koh Hay masih perkasa meskipun harus bersepeda menanjak. Selama mengikuti East Java Journey 2023, Koh Hay sudah menanjak lebih dari 8.200 meter. Rute tanjakan menantang di segmen Pacitan-Trenggalek ia libas. Pun demikian dengan tanjakan menuju Pronojiwo, Lumajang dan Gunung Gumitir, Banyuwangi. “Kendala lebih pada mata. Terutama jika lewat jalan kecil dan gelap,” kata Koh Hay. Ia mengatasi hal itu dengan memasang lampu depan dobel. “Sempat nuntun juga pas lewat turunan lahar dingin Semeru. Enggak kuat juga biar lebih aman,” kata Koh Hay. Di kategori 1.200 Km yang diikuti Koh Hay, total ada 40 peserta. Untuk menggambarkan bagaimana beratnya rute East Java Journey, di kategori 1.200 Km ada satu orang dinyatakan DNS (Did Not Start) dan tiga orang DNF (Did Not Finish). Sementara itu di kategori 600 Km ada 66 peserta. Dari jumlah itu 39 cyclist finis sebelum COT. Lalu tiga orang DNS dan 24 cyclist DNF. Semuanya usianya masih jauh di bawah Koh Hay.(asw/gus)
Sumber: