Dampak Kenaikan Tarif PDAM: Sudah Mahal, Warga Malah Rebutan Air

Dampak Kenaikan Tarif PDAM: Sudah Mahal, Warga Malah Rebutan Air

Surabaya, memorandum.co.id - Tarif air PDAM naik per Januari 2023. Dari Rp 1800 per meter kubik menjadi Rp 2.600 per meter kubik. Meski naik, sayangnya, PDAM Surya Sembada sebagai produsen air bersih masih belum memperbaiki layanan. Keluhan konsumen mulai dari air keruh, mampet bahkan tidak mengalir masih menjadi masalah klasik. Syaifudin misalnya. Pelanggan PDAM yang tinggal di Manukan ini terpaksa harus menggunakan pompa air untuk menarik air sampai ke tandonnya. “Kalau kita tidak menarik air dengan pompa bisa-bisa nggak mandi,” ungkap pria berkacamata ini. Karena harus menggunakan pompa air, otomatis tagihan listrik membengkak. “Tagihan airnya tidak seberapa. Paling banter Rp 50 ribu. Namun, tagihan listriknya jadi bertambah ratusan ribu karena watt pompa air besar otomatis biaya tagihan listrik naik,” bebernya. Kejadian itu menurut pria murah senyum ini sejak lima tahun lalu. Meski sudah dilaporkan ke PDAM, namun nyatanya, hingga kemarin, belum ada perubahan nyata. “Awalnya, jika malam air masih mengalir meski debitnya kecil. Namun saat ini, sudah tidak mengalir baik siang dan malam kecuali ditarik dengan pompa air,” keluh pria yang karib disapa Udin ini. Senada dengan Syaifudin, Miko yang tinggal juga merasakan hal yang sama. Kata Miko, untuk bisa mendapatkan air untuk mandi, antartetangga berebut dengan menggunakan pompa air berkekuatan besar. “Jadi istilahnya rebutan air. Ini kan ya lucu. Tarif air naik kok aliran air tidak lancar malah warga rebutan air,” beber Miko. Sementara itu, tarif salah kaprah menyertai kenaikan. Salah satunya bu Sukri, pemilik salah satu usaha bengkel di Kampung Malang. Dia mengaku belum tahu kalau tarif PDAM naik. Ia mengeluhkan setiap bulan harus membayar tagihan sebesar Rp 300 ribu. “Memang kami mempunyai usaha bengkel. Namun kan airnya digunakan untuk rumah tangga. Makanya, ketika tagihan per bulan menjadi Rp 300 ribu, bu Sukri kaget bukan kepalang. “Padahal airnya tidak jernih dan sering mampet. Tapi kok yo naiknya gendeng-gendengan,” urainya. Terkait hal itu, bu Sukri sudah mengadu ke PDAM untuk dikenakan tarif rumah tangga. Namun, permintaannya tidak pernah digubris. Ia pun hanya bisa pasrah dikenakan tarif usaha. “Katanya tidak bisa dan tetap dikenakan tarif usaha. Mau tidak mau akhirnya menerima keadaan," tandas wanita berhijab ini. Hal senada juga dikatakan Parlin, pemilik tempat cucian motor di Kampung Malang. Ia mengaku tarif PDAM dinilai mahal sedangkan mutunya jelek. "Tarif mahal, jalannya air tidak lancar, netes-netes. Kalau mau menarikkan tarif mutunya diperbaiki dulu," kata Parlin. Selain itu juga, kata Parlin, yang dinilai memberatkan pelanggan ketika pembayaran telat melebihi jatuh tempo dendanya terus berjalan. "Jeleknya, kalau telat jatuh tempo, didenda. Dendanya tidak hilang dan terus berjalan. Ini sangat memberatkan (pelanggan)," tandas Parlin. Tempat usahanya, kata Parlin, ada cucian motor, toko kelontong, salon milik orang lain yang sewa kepadanya. “Setiap bulan saya biasanya bayar tagihan Rp 650 ribu,” katanya. Kenaikan tidak diimbangi dengan kualitas air bersih, bahkan macet jelas membuat konsumen kecewa. Seperti yang dirasakan Anik Muasaroh, pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Jalan Asemrowo Kali ini sangat terpukul dengan kenaikan tarif air tersebut. Ia mengeluhkan dengan adanya kenaikan tarif air tersebut. Dari tarif awal Rp 130 ribu perbulan, kini menjadi Rp 150 ribu. "Sudah sebulan terakhir ini naik 20 ribu," kata perempuan usia 40 tahun ini. Dengan kondisi itu, ia mengaku tidak bisa berbuat bayak dengan naiknya harga tersebut. Yang lebih dia kesalkan kenaikan tarif itu tidak diimbangi dengan kualitas dan kuantitas air. Kendati demikian, pasokan air PDAM terkhusus di tempat usahanya hanya keluar sedikit, bahkan kerap tidak keluar air di jam tertentu. "Jam 05.30 sampai jam 09.00 air tidak keluar," ungkap dia. Kondisi seperti itu, kata Anik hampir setiap hari terjadi. Hal tersebut tentu menjadi masalah. Apalagi ia memiliki usaha warung kopi yang hampir 80 persen membutuhkan air. "Lalu bagaimana kondisi seperti ini. Berangsur angsur tiap hari. Tapi masih ditarik tarif air. Harusnya pihak terkait menyadari kondisi ini. Apalagi usai pandemi ini ekonomi belum membaik. Keuntungan tiap hari juga tidak seberapa. Hanya mampu buat keberlangsungan hidup," imbuhnya. Kondisi serupa terjadi di wilayah Tambak Pring Timur RW 06, Tambak Pring Barat RW 08 dan Tambak Dalam Baru RW 05. Dimana beberapa hari ini kondisi air keruh. "Dua hari ini sempat keruh airnya," kata Wiwit kepada Memorandum. Pihaknya juga menyayangkan dengan kenaikan tarif air PDAM. "Di rumah saya sendiri sebelumnya tarif airnya kurang dari Rp 110 ribu, sekarang naik jadi Rp 178 ribu," imbuhnya. Kenaikan tarif air itu tidak hanya dirasakan Wiwit, sejumlah warga lain juga mengalaminya. "Ada yang awalnya tiap bulan kena Rp 60 ribu-an, sekarang Rp 98 ribu," ungkapnya. Dia dan warga lain sebenarnya ingin ada peninjauan tarif PDAM. Namun, tentu saja hal itu sulit terlaksana karena sudah digedok. "Selain air keruh, masalahnya di wilayah kita Asemrowo siang kadang ada wilayah RW yang debit airnya keluarnya kecil, bahkan nggak keluar," tegas dia.(alf/rio/ono)

Sumber: