Tolak Revisi PP 109/2012, Masyarakat Tembakau Ancam Demo ke Jakarta
Surabaya, memorandum.co.id - Masyarakat dan pemangku tembakau bersiap aksi demo. Mereka menolak revisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Penegasan ini disampaikan pada sarasehan nasional ekosistem pertembakauan yang digelar KADIN Jatim, Rabu (22/2/2022). Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun melihat ketidakselarasan antara data dan langkah pemerintah. Patut diduga revisi PP 109/2012 lebih banyak membawa kehancuran bagi industri hasil tembakau legal di tanah air. Tekanan internasional terkait Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang kemudian dimasukkan ke dalam agenda regulasi nasional. Untuk itu, Misbakhun meminta Pemerintah untuk bersikap bijak dan objektif dengan melindungi industri hasil tembakau, terlebih karena industri ini adalah salah satu kontributor penerimaan negara terbesar. “Ketika mengambil keputusan terkait industri hasil tembakau, hendaknya tidak dilihat terbatas pada satu aspek kesehatan saja, namun juga aspek lainnya, mulai dari penyerapan hasil pertanian tembakau, kelangsungan lapangan kerja, potensi produk ilegal, hingga potensi penerimaan negara,” ujar Misbakhun. Misbahkun juga menekankan perlunya koordinasi dan kerja sama semua pihak yang ada di dalam mata rantai industri hasil tembakau untuk memastikan bahwa tidak ada upaya intervensi yang dilakukan pihak manapun, khususnya pihak asing dalam pembuatan regulasi nasional terkait tembakau. “Industri hasil tembakau Indonesia memiliki potensi besar dalam menghidupkan ekonomi tanah air, baik yang industri besar maupun industri kecil. Oleh karenanya, diperlukan sebuah kekompakan dan kekuatan yang solid dalam memastikan industri ini tetap terjaga dan berkesinambungan,” tutupnya. Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan menyampaikan revisi tersebut bukanlah cara yang tepat dan langkah solutif. Pihaknya menolak tegas revisi PP 109/2012. Sebab revisi lebih banyak membawa kehancuran bagi industri hasil tembakau legal di tanah air. “Dikarenakan aturan-aturannya menjadi semakin restriktif dan menutup ruang untuk berusaha,” kata Henry Najoan. Secara berkelanjutan, lanjut Henry Najoan bahwa industri hasil tembakau ditempa oleh berbagai peraturan yang sangat menekan. “Dari mulai pengenaan tarif cukai yang semakin tinggi, pembatasan promosi, penjualan, dan lain sebagainya,” ucapnya. Menurutnya, penerapan PP 109/2012 sudah ideal, mengatur dengan baik kegiatan pemasaran produk tembakau sebagaimana mestinya. Akan tetapi, hal ini belum diikuti dengan kegiatan edukasi serta pengawasan yang tepat. “Inilah yang semestinya yang didorong oleh Pemerintah, dan bukan malah merevisi peraturan yang sudah baik menjadi restriktif sehingga berdampak pada jutaan orang yang menopangkan hidupnya pada industri tembakau,” tambahnya. Sementara itu, Sekjen DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Mahmudi berharap pemerintah dapat mendengarkan keresahan para petani. Karena revisi ini akan memberi dampak besar pada penghidupan mereka. “Jika revisi PP 109/2012 diterapkan, hal ini dipastikan akan mempengaruhi penyerapan tembakau lokal, sehingga petani tembakau akan semakin tidak sejahtera,” tegasnya. Sementara Ketua Kadin Jatim, Adik Dwi Putranto, menghadapi kondisi ekonomi dan politik dunia yang tidak menentu, industri hasil tembakau sebagai industri resmi juga sepatutnya diperlakukan secara adil dan diberi perlindungan yang sama dengan industri lainnya. Ia berharap sarasehan para pemangku kepentingan untuk mengkaji dan mempertimbangkan dampak dan manfaatnya bagi seluruh lapisan masyarakat. “Sebagai industri resmi (tembakau) yang berkontribusi besar sepatutnya mendapat perhatian yang adil, seperti indistri lainnya,” kata Adik. Wacana revisi PP 109/2012 merupakan topik yang tengah menjadi pembahasan pelik di pemangku kepentingan pertembakauan. Dorongan untuk kembali melakukan revisi atas peraturan ini kembali digaungkan setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023 pada 23 Desember 2022 lalu. Poin revisi yang diharapkan meliputi 7 hal utama, diantaranya pembesaran gambar peringatan kesehatan di bungkus rokok, ditargetkan menjadi 90 persen luas kemasan, pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau di berbagai jenis media, serta penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). (day)
Sumber: