Menapaki Sisa Hidup Penuh Semangat tanpa Kaki (2)

Menapaki Sisa Hidup Penuh Semangat tanpa Kaki (2)

Sekitar 20 tahun berumah tangga, Jainul-Karin dikaruniai dua putra-putri yang cantik dan ganteng. Keduanya pandai-pandai. Jainul merasakan hidupnya amat sempurna. Hingga suatu hari Jainul menemui nasib buruk. Dia mengalami kecelakaan tunggal di perbatasan Jombang-Nganjuk. Mobilnya selip dan menabrak pohon di pinggir jalan. Jainul luka parah. Kedua kakinya remuk. Dia cacat permanen. Tidak bisa berjalan dan harus menghabiskan sisa hidupnya di atas kursi roda. Setelah hampir sebulan dirawat di rumah sakit, lelaki yang hobi bermain badminton ini diperbolehkan pulang. “Kedua kakiku hilang sebatas paha,” aku Jainul. Matanya juga terdamak. Mata kirinya hanya bisa melihat separuh bawah. Kalau melihat orang berdiri di depannya, misalnya, yang terlihat oleh Jainul hanya perut ke bawah. Sedangkan perut ke atas hanya tampak bayangan hitam. Cacat lain yang dirasakan Jainul adalah kelelakiannya menurun sangat tajam. Dia tidak mudah terangsang dan senjatanya menjadi lembek. Penampilannya tidak sekeras dan seperkasa dulu. “Sampai sekarang,” tegasnya. Selain tubuhnya yang rusak, Jainul harus menerima kenyataan buruk yang lain: dipecat dari pekerjaan. Di-PHK! Tentu ini menjadi pukulan telak. “Beruntung ada sahabat lama, sahabat kenthel banget, yang masih ingat aku,” kata Jainul. Dia yang sering mengujungi Jainul dan memberi semangat. “Hampir setiap akhir pekan dia datang ke rumah,” kata Jainul, yang menambahkan bahwa temannya tersebut memiliki bisnis online yang sudah mapan. Namanya sebut saja Amin. Jainul dan Amin berteman sejak remaja. Sejak duduk di bangku SMP, saat mereka masih tinggal di kampung kumuh kawasan Brondong, Lamongan. Kini kebetulan keduanya tinggal di kompleks perumahan yang berdempetan di kawasan Surabaya Barat. Suka-duka kehidupan sering mereka rasakan bersama. Antara lain pernah sama-sama diciduk polisi gara-gara terlibat tawuran antar pelajar. Juga, diamankan ketika tepergok mengikuti balap liar dengan taruhan lumayan besar. “Kami juga sering mbeling wanita bareng,” aku lelaki yang memiliki keahlian menembak ini. Untuk menjaga kesehatan, Jainul diasarakan dokter setiap hari berolah raga ringan keliing kompleks perumahan menggenjot kursi rodanya. Hal itu dlakukan dua atau tiga kali selama hampir 20-30 menit. Hingga suatu saat dikejutkan pemandangan yang mengagetkan. Jainul samar-samar dengan matanya yang tidak sempurna melihat Karin duduk di depan meja belajar anaknya di ruang tamu, menghadap laptop yang menyala. Di belakangnya berdiri Amin dengan kedua tangan menjulur melewati pundak sang istri. Keduanya amat terkejut ketika sadar Jainul sudah berada di depan mereka. (jos, bersambung)  

Sumber: