Cintanya Berkobar dan Padam di Tanah Rencong, Aceh (4)

Cintanya Berkobar dan Padam di Tanah Rencong, Aceh (4)

Karman orangnya sangat santun. Kapada siapa saja. Terutama kepada kedua orang tua. Kepada istri pun sangat amat menghargai. Juga lembut bagiku. Satu yang belum dia tunaikan, yaitu memenuhi nafkah batin. Andung sendiri saat mendapat perlakuan darinya setiap hari yang begitu lembut mulai menumbuhkan rasa cinta kepadanya dan membuatnya perlahan-lahan melupakan masa lalu bersama Andi. Andung bahkan mulai merindukannya tatkala dia sedang tidak di rumah. Ia bahkan selalu berusaha menyenangkan hatinya dengan melakukan apa-apa yang dia anjurkan lewat ceramah-ceramahnya kepada wanita-wanita muslimah, yakni mulai memakai busana muslimah yang syar’i. Dua hari setelah pernikahan merek, Karman memberi hadiah yang ditaruh dalam karton besar. Semula Andung mengira hadiah itu adalah alat-alat rumah tangga. Setelah dibuka, ternyata isinya lima potong jubah panjang berwarna gelap, lima buah jilbab panjang sampai selutut juga berwana gelap, lima buah kaos kaki tebal panjang berwarna hitam, dan lima pasang manset berwarna gelap pula. Saat membukanya Andung sedikit tersinggung, sebab yang ada dalam bayangannya bahwa inilah konsekuensi menikah dengan seorang ustaz. Dia mengira Karman akan memaksa untuk menggunakannya. Ternyata dugaan itu salah sama sekali. Sebab, hadiah itu tidak pernah disentuhnya atau ditanyakannya. Kini Andung mulai menggunakannya tanpa paksaan siapa pun. Dia kenakan busana itu agar Karman tahu bahwa istrinya mulai menganggapnya istimewa. Bahkan, kebiasaannya mengaji sebelum tidur sudah mulai aku ikuti. Kadang ceramah-ceramahnya di masjid sering diikuti dan dipraktikkan di rumah. Tapi satu yang belum bisa dimengerti darinya. Entah mengapa hingga enam bulan pernikahan, dia tidak pernah menyentuhnya. Setiap masuk kamar, sebelum tidur, Karman selalu mengawali dengan mengaji, lalu tidur di atas hamparan permadani di bawah ranjang hingga terjaga lagi di sepertiga malam, lalu melaksanakan salat Tahajud. Hingga suatu saat Karman jatuh sakit. Tubuhnya demam dan panasnya sangat tinggi. Andung sendiri bingung bagaimana cara menangani. Sebab, Karman sendiri tidak pernah menyentuh. Andung khawatir dia akan menolak bila Andung menawarkan jasa membantunya. “Ya Allah, apa yang harus aku lakukan saat ini? Aku ingin sekali meringankan sakitnya, tapi apa yang harus saya lakukan?” batin Andung. Malam itu Andung tidur dalam kegelisahan. Dia tak bisa tidur mendengar embusan napasnya yang sesak. Terdengar Karman mengigau kecil. Mungkin karena suhu panasnya yang tinggi, sehingga ia selalu mengigau. Sementara malam begitu dingin, hujan sangat deras disertai angin yang bertiup kencang. Kasihan Karman, pasti dia sangat kedinginan saat ini. Perlahan Andung bangun dari pembaringan dan menatapnya yang sedang tertidur pulas. Dia pasangkan selimut yang sudah menjuntai ke lantai. Ingin sekali Andung merebahkan diri di samping Karman atau sekadar mengompresnya. Tapi, dia tak tahu bagaimana harus memulainya. Hingga akhirnya tak kuasa menahan keinginan untuk mendekatkan tangan ke dahi dan memeluknya. (jos, bersambung)  

Sumber: