Perjalanan Menuju Jalan yang Lurus di Bawah Panji Agama (3)
Divonis AIDS, Calon Bayi Justru Keguguran Menjelang Kelahiran Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Endang dituntun menuju ruang kepala puskesmas di kanan depan. Sebuah senyum yang seperti dipaksakan tersungging di bibir kepala puskesmas. Endang disalami dan dipersilakan duduk. “Maaf, kami terpaksa mengundang Ibu karena ada sesuatu yang urgent,” kata kepala puskesmas, dokter perempuan berusia paruh baya. Setelah berputar-putar sambil seperti mencari kata-kata yang tepat, dokter tersebut lantas berterus terang. “Kami besok akan mengajak Ibu meme periksakan kondisi kesehatan Ibu dan kandungan Ibu ke rumah sakit pusat,” kata kepala puskesmas pada akhirnya. Pemeriksaan itu perlu dilakukan di rumah sakit pusat karena ada kemungkinan Endang dan calon bayinya terpapar virus berbahaya. “Kami khawatir Ibu dan calon bayi itu mengidap AIDS.” Dunia bagai berguncang hebat. Langit runtuh dan gunung-gunung beterbangan di sekeliling. Endang pingsan. “Aku baru sadar di rumah sakit Karangmenjangan,” aku Endang. Saat itu Endang dikelilingi ayah-ibu dan saudara-saudaranya. Juga keluarga Bondan. Justru Bondan sendiri yang tidak ada. “Mas Bondan?” tanya Endang lirih kepada mertuanya. Mereka tidak segera menjawab. Setelah cukup lama memandangi sang menantu, baru ibunda Bondan membuka mulut. “Sudah berminggu-minggu Bondan tidak muncul di rumah,” kata perempuan yang separuh rambutnya sudah memutih itu. Seperti diperkirakan dokter puskesmas, dokter di rumah sakit Karangmenjangan mendiagnosis Endang dan calon bayinya terpapar virus AIDS. Dipastikan virus ini dipaparkan oleh Bondan. Selama berada di rumah sakit, tak henti-hentinya kedua orang tua Bondan minta maaf atas kesalahan anaknya. Mereka mengaku tidak menyangka Bondan punya perilaku yang berpengaruh buruk terhadap anak dan istrinya. Menyadari penyakit yang dia idap belum ditemukan obatnya, Endang stres. Depresi berkepanjangan. Kondisinya makin lama makin drop. Berat badannya turun drastis. “Dokter bilang orang dengan AIDS bisa dibuat bertahan, tapi aku sudah telanjur drop. Aku akhirnya keguguran menjelang akhir masa kehamilan,” kata Endang. Endang mengaku sempat kecewa kenapa hanya bayinya yang mati. Kenapa tidak dirinya sekalian yang dipanggil Yang Mahakuasa. Beruntung kedua orang tua Endang mampu bersabar dan berhasil mendorong anaknya untuk bertahan. Perempuan jebolan pondok pesantren di Jombang ini menyatakan tekad untuk menggugat cerai Bondan agar memiliki status jelas. Tidak mengambang. Walau begitu, bukan makud Endang untuk menikah lagi setelah menjanda. “Aku sudah trauma. Aku bermaksud mengabdikan diri mengajar mendirikan taman pendidikan Alquran dan mengajar anak-anak mengenal agama dengan baik,” kata Endang. (habis)
Sumber: