Kisah Telenovela Sepak Bola Cholid Goromah dan La Nyalla
Seperti politik, tidak ada lawan abadi dalam sepak bola. Meski seharusnya politik harus dijauhkan dari sepak bola. Tapi nyatanya, politik dalam sepak bola seiring dan sejalan. Seperti kisah salah satu pengurus Persebaya Cholid Goromah dan calon Ketum PSSI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti. Kisah keduanya ibarat telenovela sepak bola Indonesia. Seru untuk diikuti. Sebab, di dalamnya terkandung intrik dan trik. Kadang teman, kadang lawan, lalu teman lagi, lawan lagi, eh kemudian teman lagi. Lanjutan kisah telenovela mereka tergambar di pertemuan dengan delapan voters Jawa Timur Minggu (22/1). Pertemuan ini menjadi tonggak penting bagi La Nyalla yang kini menjabat sebagai Ketua DPR RI ini. Dalam pertemuan, ada nama Persebaya yang diwakili oleh jajaran manajemen Cholid Qoromah. Bicara mengenai Cholid Qoromah (CQ) tentu tidak lepas dari dualisme Persebaya di masa lalu. Ketika itu, mantan pengurus Assyabaab Salim Grup (ASG) ini dianggap sebagai aktor penting pecahnya Persebaya menjadi dua (baca: duaisme Persebaya). Persebaya memilih keluar dari kompetisi resmi PSSI dan ikut kompetisi di bawah payung Indonesian Premier League (IPL). Nah, anggota klub yang tidak ingin Persebaya di-suspend PSSI, membentuk pertemuan yang diinisiasi oleh almarhum Wastomi Suheri yang ketika itu menjabat sebagai Sekretaris Persebaya. Wastomi kemudian mengadukan nasib Persebaya kepada Wakil Ketua KONI Jatim yang saat itu dijabat oleh La Nyalla. Singkat cerita, Persebaya pun pecah menjadi dua. Persebaya IPL (1927) dan Persebaya ISL. CQ dan Nyalla terlibat pun terlibat perang dingin. Menariknya, sebelum Persebaya pecah menjadi dua, CQ ada di kubu La Nyalla ketika maju dan terpilih menjadi Ketua PSSI Jatim (2011-2015). CQ bahkan menjadi salah satu tim formatur mewakili Pengcab PSSI Surabaya, ketika La Nyalla terpilih. Ketika itu, antara kepengurusan Persebaya dan Pengcab PSSI Surabaya memang seolah menyatu. Ketua Persebaya ya ex officio (jabatan rangkap) Pengcab PSSI Surabaya. Ketika Persebaya menjadi dua, La Nyalla kemudian menunjuk Wishu Wardana (WW) yang ketika itu merupakan Ketua DPRD Surabaya sebagai Ketua Persebaya. WW kemudian membentuk Persebaya atas persetujuan anggota klub. Tidak ingin kecolongan, CQ juga mengumpulkan anggota klub dan mengadakan musyawarah anggota luar biasa (Musanglub) pada April 2011. CQ akhirnya terpilih menjadi Ketua Pengcab PSSI Surabaya dan Persebaya. Ketika CQ terpilih, La Nyalla kemudian menjatuhkan skorsing. Pengcab PSSI Surabaya kemudian dibekukan. La Nyalla kemudian menunjuk Haries Purwoko sebagi caretaker Ketua PSSI Surabaya. Singkat cerita, Persebaya akhirnya kembali ke kompetisi elite pada 2016. Menjadi juara Liga 2 dan akhirnya kembali ke kasta teratas. Hebatnya, problem masa lalu seolah sirna. Ketika La Nyalla mencalonkan diri sebagai Ketum PSSI di 2023, CQ kembali merapat ke kubu La Nyalla. Persis seperti dia menjadi tim sukses La Nyalla ketika menjadi Ketum PSSI Jatim pada 2011 silam. Sekali lagi, kisah CQ dan La Nyalla di persepak bolaan nasional memang ibarat kisah telenovela. Selalu menarik untuk disimak. Aapakah dengan merapatnya CQ ke kubu La Nyalla bisa memuluskan langkah mantan Ketua Kadin Jatim ini ke kursi PSSI 1? Apakah ilmu dan ‘kesaktian’ CQ di persepak bolaan selama ini mampu membuat La Nyalla sekali lagi tersenyum kepadanya? Patut ditunggu. Mengingat, CQ juga dikenal mempunyai sejuta jurus di sepak bola Indonesia. Bahkan, almarhum Arifin Panigoro yang dijuluki ‘Si Raja Minyak Indonesia’ dan owner Medco Energi Internasional ditaklukkan CQ sehingga mau menggelar break away league Indonesian Premier League (IPL). Peran CQ ketika itu tidak bisa dianggap remeh. Untuk itu, kita tunggu dan sama-sama menjadi saksi serunya kisah telenovela CQ dan La Nyalla. Apakah akan berakhir happy ending atau justru sad ending ? Pecinta sepak bola Indonesia yang akan menjadi saksi. Yang jelas, untuk sementara, baik CG dan La Nyalla sama-sama tersenyum usai pertemuan dengan delapan voters di salah satu restoran Surabaya akhir pekan ini. Senyum sarat makna. Entah apa? Hanya keduanya dan Tuhan yang tahu. (*)
Sumber: