Pasangan Suami-Istri dengan Dua Kemudi Bahtera (1)

Pasangan Suami-Istri dengan Dua Kemudi Bahtera (1)

Pasutri sebut saja Hamid dan Wanda inir benar-benar bermental up to date. Kalau kata orang Surabaya sih kakehan polah tapi kurang nggenah. Ambyar. Pada usianya yang fase pralansia dan baru akan menginjak periode lansia, masih banyak tersisa keinginan masa muda yang belum kesampaian. Celakanya, hal itu menjadi obsesi keduanya untuk bisa diwujudkan, apa pun risikonya. Hamid misalnya. Sejak tahun pertama perkawinan sudah memendam keinginan beristri dua. Alasan dia, pemilihan terhadap Wanda tak lebih dari kecelakaan yang memaksa dia menjadi suami bagi seorang perempuan matre. Ceritanya begini, sebagaimana diseritakan pengacara dia di kantornya, seputar Pengadilan Agama (PA) Surabaya, Jalan Ketintang Madya, beberapa waktu lalu. Kala SMA dia berteman sekelas dengan Wanda. Orangnya cantik seperti Nikita Willy, Prilly Latuconsina, dan Park Min Young dioplos jadi satu; seksi bak Jennifer Dun dan lembut bak Ariel Tatum. Penampilan Wanda yang glamour menyebabkan dia dijauhi sebagian pemuda. Mereka takut terjebak lubang asmara bermodal tebal bila berdekatan dengan Wanda. Takut tidak kuat membelikan pakaiannya yang selalu branded dan mewah. Takut membiayai perawatan wajah dan tubuhnya yang selalu tampak glowing dan terjaga proporsionalitasnya. Takut menanggung harga tinggi selera kulinernya yang harus sehat dan bergizi. Wanda memang sering bercerita bahwa dia acap memasak makanan seperti yang ditayangkan di televisi: chef table. Hamid yang hanya lulusan SMA dan menjadi tenaga lapangan di sebuah BUMN berlagak seperti orang-orang berkedudukan tinggi dan bergaji tebal. Tujuannya hanya satu: menggaet Wanda. Cita-cita Hamid akhirnya memang tercapai. Sukses menggiring Wanda duduk di kursi pelaminan. Tentu saja tidak dengan modal apa adanya. Hamid terpaksa harus gali lubang tutup lubang untuk bisa memenuhi segenap permintaan Wanda. Umpan telanjur dilemparkan, pantang bagi Hamid untuk menariknya sebelum dimakan sasaran. Akibatnya, Hamid harus babak belur menerapkan jurus utang sana utang sini. Jurus tersebut sudah tidak lagi diterapkan ketika Wanda berada di genggaman. Hamid harus hidup apa adanya berbekal gaji seorang tenaga lapangan sebuah BUMN. Walau perusahaan itu terkenal besar dan mampu menggaji karyawannya di atas rata-rata, yang diterima Hamid masih jauh dari cukup. Sebenarnya sih gaji Hamid cukup besar dibandingkan gaji rata-rata ASN di negeri ini. Walau begitu, dibanding pengeluaran untuk memenuhi saabrek kebutuhan Wanda, nilai gaji tadi belum sebanding. Karena itu, pada tahun pertama perkawinan mereka sudah sering tercipta riak-riak masalah. Tidak hanya riak, kadang gelombang besar menghantan biduk rumah tangga pasangan ini. Tidak jarang gelombang besar itu disertai hujan dan angin kencang. Badai. Seringnya cekcok menyebabkan mereka saling menjauh. Celakanya, kenyataan ini disikapi negatif oleh Wanda. Di belakang punggung suaminya, wanita berdarah Manado-Medan ini suka bermain api. Suka kencan buta dengan barisan para mantan yang sebagian masih rela antre di belakang rumah tangga Wanda-Hamid. (jos, bersambung)  

Sumber: