Warga Sukolilo Hentikan Reklamasi Pantai Kenjeran

Warga Sukolilo Hentikan Reklamasi Pantai Kenjeran

Surabaya, Memorandum.co.id - Warga Sukolilo, Kelurahan Sukolilo, Kecamatan Bulak, akhirnya menghentikan reklamasi di pesisir Pantai Kenjeran. Mereka baru sadar  pengurukan laut yang selama ini dilakukan adalah ilegal. Mengacu Perda Jatim No 1 Tahun 2018, reklamasi harus ada persetujuan Gubernur Jatim. Pantauan di lapangan Selasa (26/11),  reklamasi di pesisir Pantai Kenjeran jauh menjorok ke wilayah laut. Reklamasi ini  dilakukan oleh warga di wilayah RT 01/RW 02, Kelurahan Sukolilo. Di sisi lain, warga mengaku tidak mengetahui kalau reklamasi yang selama ini dilakukan adalah ilegal. “Tapi ini kan enggak ada sosialisasi tentang perda tersebut yang menyatakan reklamasi tidak boleh. Warga baru menyadari kemarin saat hearing di komisi C DPRD Kota Surabaya,”kata Ketua RT 01 Abdul Munif. Dia menjelaskan, hingga kini lahan yang diuruk sirtu tersebut sudah berdiri puluhan bangunan untuk tempat tinggal dan penjemuran ikan hasil tangkapan nelayan.  Lahan yang dimiliki warga rata-rata berukuran 7 x 10 meter. "Di RT 01 ada 15 bangunan dan ada lahan kosong untuk menjemur ikan,"papar Abdul Munif. Lebih jauh, dia mengungkapkan, reklamasi tersebut dilakukan warga sendiri dengan mendatangkan  dump truck. "Karena lahan sempit dan rumah yang dihuni warga lebih dari satu KK (kartu keluarga), akhirnya mereka menguruk laut. Ini kan rakyat kecil yang menjerit tidak punya tempat tinggal, kenapa dipersulit?" keluh Munif. Sementara reklamasi  sudah dilakukan warga sejak 1990. Sedangkan sesuai Perda Jatim No 1 tahun 2018 itu harus mendapatkan izin Gubernur Jatim. “Perda itu baru keluar 2018. Kalau memang sudah terjadi ya nggak dipermasalahkan,” ujar dia. Hingga kini, hunian warga di sana tidak bersertifikat, melainkan hanya memiliki surat pengurukan dengan harga Rp 1 juta per dump truck. “Warga hanya punya bukti surat pengurukan tanah. Dan untuk batasnya sudah ada kesepakatan agar dikemudian hari perselisihan sistem jual beli tidak ada,” ungkap dia. Selain itu, menurut Munif, Pemkot Surabaya melalui Dinas Cipta Karya pernah membahas program penanggulan ombak. Itu akan membentang dari sisi Selatan menuju ke Utara sisi Jembatan Suroboyo.“RT,RW, dan nelayan, dipanggil dinas cipta karya membahas penanggulan,”imbuh Abdul Munif. Sementara itu, warga setempat mengaku adanya penempatan lokasi penjemuran ikan di lahan reklamasi memberikan dampak positif bagi nelayan. Selain ikan yang dijemur tidak terdampak polusi udara kendaraan, nelayan juga tidak lagi menjemur di jalan raya karena sering ditertibkan satpol PP."Sekarang lebih aman. Karena penjemuran di dekat laut,"ungkap Nasiha, warga RT 05/RW 02 Kelurahan Sukolilo. Wakil Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan  (LPMK) Kelurahan Sukolilo Hanafi mengakui bahwa reklamasi yang dilakukan warga selama ini ilegal. Meski begitu masyarakat butuh lahan reklamasi untuk menjemur ikan.  “Kami akan mensosialisasikan kepada warga bahwa sesuai perda itu kita tidak boleh menguruk laut lagi,” jelas dia. Lebih jauh, Hanafi menuturkan, pergurukan yang dilakukan warga tidak dilakukan setiap hari.“Tapi kalau ada rezeki warga akan membeli sirtu dan melakukan pengurukan,” pungkas dia. Kepala Satpol PP Kota Surabaya Irvan Widyanto menegaskan, tidak boleh ada  reklamasi di Pantai Kenjeran selama belum ada izinnya. Untuk itu, satpol PP akan menghentikan aktivitas tersebut. “Kalau ada reklamasi, tentu kami akan menghentikan. Kalau tidak mengantongi izin, ya jangan diteruskan,”tandas  Irvan Widyanto. Bahkan, lanjut dia, jika reklamasi ini diteruskan tidak menutup kemungkinan  akan dibawa ke ranah hukum. “Kami siap membawa persoalan ini ke pengadilan,” tegas dia seraya mengakui dirinya baru tahu persoalan tersebut  dari media. Persoalan reklamasi di Pantai Kenjeran ini juga mendapat tanggapan dari pakar hukum pidana dan kriminologi Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya Sholehuddin. Menurut dia,warga yang menjadi korban korban penipuan oleh oknum bisa melapor ke kepolisian. “Kalau memang terjadi awalnya rangkaian kata bohong atau keadaan palsu bahwa ditawarkan ini sudah berupa tanah. Tapi kemudian masih direklamasi, itu masuk dalam unsur tindak pidana penipuan,”ujar Sholehuddin. Dia menegaskan, lahan reklamasi  tidak boleh diperjualbelikan. “Tidak boleh. Aturannya ada di UU Kelautan,UU Tata Ruang, UU Pengelolaan Lingkungan. Yang jelas ada KUHP-nya,” tegas dia. Untuk itu, lanjut dia, pihak-pihak terkait segera menyosialisasikan masalah ini kepada masyarakat dan turun ke lapangan secara langsung. “Harus turun tangan dan terjun ke lapangan,” pungkas Sholehuddin. (alf/udi/fer/dhi)

Sumber: