Inovasi Olah Sampah dengan Maggot Sekaran Kini Jadi Wisata Edukasi

Inovasi Olah Sampah dengan Maggot Sekaran Kini Jadi Wisata Edukasi

Lamongan, memorandum.co.id - Sebagai uapaya mengurangi penumpukan sampah organik yang ada di TPS 3R Desa Sekaran Kecamatan Sekaran Kabupaten Lamongan, pihak desa bekerjasama dengan Universitas Islam Lamongan melakukan inovasi teknologi pengolahan sampah terintegrasi dengan memanfaatkan maggot. Usahanya pun berbuah manis, Dijelaskan Ketua Matching Fund Unisla Mufid Dahlan, selain mampu mengurangi sampah organik hingga 4 ton sampah organik pertahunnya, kini lokasi pembudidayaannya dibuat menjadi Wisata Edukasi Maggot (Semaggot) Bumdes Sekar Sejaktera yang diresmikan langsung oleh Bupati Lamongan Yuhronur Efendi, Sabtu (10/12) . "Untuk mengurangi penumpukan sampah organik yang ada di TPS 3R Desa Sekaran Kecamatan Sekaran Kabupaten Lamongan, kami berinovasi mengolah sampah dengan maggot. Terbukti bahwa sampah berkurang 2-4 ton pertahunnya," terang Mufid. Maggot sendiri merupakan larva lalat Black Soldier Fly (BSF) atau Hermetia illucens yang diperoleh dari proses biokonversi Palm Kernel Meal. Biokonversi merupakan hasil fermentasi sampah–sampah organik menjadi sumber energi metan yang melibatkan organisme hidup. Di depan orang nomor 1 di Lamongan itu, Mufid juga menjelaskan langkah-langkah dalam membudidayakannya, dimulai dari meletakkan bibit Maggot yang disebut pre-pupa di dalam ruangan perkembangbiakan selama 14 hari. Setelah itu maka pre-pupa akan berubah menjadi BSF. Kemudian lalat BSF betina akan menghasilkan telur pada media kayu yang ditumpuk, selanjutnya lalat-lalat itu akan mati. “Ini bukan lalat hijau, jadi lalat ini hanya hidup 7 hari saja, setelah bertelur dia mati. Bertelurnya pun media kayu yang sudah ditumpuk, bukan makanan ataupun kotoran. Sehingga kasus penyakit lebih aman," jelasnya kepada Pak Yes. Selanjutnya, telur-telur lalat BSF tersebut akan ditimbang untuk kemudian dipindahkan ke media dedak dan ditetaskan dalam waktu 4 sampai 5 hari. Setelah telur-telur menetas, baru lah dipindahkan ke kotak biopond yang medianya berupa sampah organik basah selama 15 hari agar maggot bisa dipanen. Selain menghasilkan pakan alternatif bagi unggas dan ikan. Ditempat ini juga menghasilkan produk pupuk organik yang selama ini masih didistribusikan untuk petani bawang di wilayah Sekaran. Hal ini dikarenakan kandungan pupuk masih proses uji laboratorium. "Meski masih uji lab, prakteknya tanaman yang diberi pupuk organik ini daunnya lebat dan lebih segar, serta lebih tahan terhadap hama," terangnya. Sarana prasarana Wahana Edukasi Maggot Sekaran ini juga tergolong lengkap. Selain membudidayakan maggot untuk dijual sebagai pakan ternak, para pengunjung juga akan belajar cara mengolah sampah organik dari proses budidaya unggas dan ikan. "Kami membudidayakan ayam kampung, dari ayam itu kami menjual telurnya. Jadi menambah nilai ekonomi. Termasuk kotoran ayam tersebut tidak dibawa kemana-mana, kami selesaikan dengan maggot sampai menjadi pupuk organik. Sehingga sering dikunjungi para pelajar untuk belajar mengolah sampah" ucap Mufid kepada Pak Yes. Meresmikan secara langsung Wisata Edukasi Maggot Bumdes Sekar Sejaktera yang telah berdiri tahun 2021, Pak Yes berharap budidaya maggot ini tak hanya mampu mengurangi sampah organik, lebih dari itu maggot bisa menjadi subsitusi pakan ternak hingga pupuk organik. "Alternatif pakan ini bisa menjadi subsitusi atau mengurangi pakan yang lain. Gampangannya dengan pakan ini cepat kenyang dan cepet besar. Apalagi banyak peternak lele gulung tikar karena pakannya. Kalo maggot ini bisa jadi alternatif bisa itu digunakan itu," harap Pak Yes. Pak Yes juga mengapresiasi atas terwujudnya Wahana Edukasi Maggot ini. Kedepan, beliau berharap ekonomi hijau (green ekonomic) bisa terus berkembang dan berjalan dengan baik. "Ayo terus dikembangkan supaya memberikan kemanfaatan yang luas. Karena ini solusi baik bagi peternak ayam, lele bahkan petani sayuran juga," pungkasnya.(*)

Sumber: