Pernikahan karena Telanjur Hamil, padahal Hanya Sekali (3)

Pernikahan karena Telanjur Hamil, padahal Hanya Sekali (3)

Ayah Niken yang pejabat pemerintah, sebut saja Broto, marah-marah. Dia mengusir Niken dan Bambang. “Aku tidak pernah merasa punya anak pendosa seperti kamu,” katanya. Tangis Niken dan rengek perminaan maaf Bambang tidak mampu meluluhkan hati pria paruh baya itu. “Jangan pernah kembali,” kata Broto sambil menutup pintu.. Niken tidak pernah menduga ayah yang selama ini sangat menyayangi bisa bersikap seperti itu. Dia yakin bakal dimarahi, tapi tidak diperlakukan semacam itu.  Apalagi sampai diusir. Lantas, akan ke manakah Niken? Niken limbung. Tidak tahu harus ke mana. Dia sama sekali tidak punya kerabat di Surabaya. Dalam kondisi seperti itu, Bambang yang juga sama-sama bingung mencoba menghibur. “Ke rumahku saja dulu. Mungkin orang tuaku punya solusi,” tutur Bambang dengan suara datar. Tampaknya dia sendiri tidak yakin bahwa kedua orang tuanya punya jalan keluar. Sebaliknya, tidak tertutup kemungkinan mereka bakal bersikap seperti orang tua Niken. “Aku takut,” kata Niken. “Jangan takut. Orang tuaku baik.” “Orang tuaku juga baik. Sangat baik. Tapi nyatanya?” Niken tidak bisa sekejap pun menghentikan tangis. “Kita hadapi sama-sama,” kata Bambang sambil mengelap tetes air di pipi Niken, “Apa pun risikonya.” Setelah menata hati, Bambang dan Niken akhirnya menghadap orang tua Bambang. Ayah dan ibu Bambang yang wiraswastawan tulen, sebut saja Maulan dan Titin, menerima dengan senyum. Mereka mendengar cerita anaknya masih dengan senyum meski ada rona kekecewaan. “Nasi sudah menjadi bubur. Mau apa lagi? Yang penting kalian telah sadar dan bertobat,” kata Maulan. Bambang juga menceritakan tanggapan orang tua Niken. “Wajar kalau mereka marah. Tapi, marah-marah saja tidak menyelesaukan masalah. Untuk sementara biar Nak Niken tinggal di sini,” kata Titin lembut. Diam-diam orang tua Bambang menemui orang tua Niken. Fakta ini diketahui Niken dari cerita Bambang. Mereka juga memberi tahu bahwa sekarang Niken tinggal di rumah mereka. Ternyata orang tua Niken bergeming. Mereka bahkan seperti tidak menghiraukan apa yang disampaikan orang tua Bambang. Ayah Bambang juga menyarankan agar anak-anak mereka sebaiknya dinikahkan saja. Sebagai bentuk tanggung jawab Bambang dan untuk menghindari fitnah. Yang tidak bisa dimengerti dan dipahami Niken, orang tua Bambang juga mendapat perlakuan serupa Bambang dan Niken. Diusir dan pintu rumah ditutup dengan keras. “Akhirnya kami dinikahkan orang tua Bambang. Karena Ayah tidak mau jadi waliku, kami pakai wali paman. Adik Ayah,” kata Niken. (jos, bersambun)  

Sumber: