Puasa Mata di Saat Kebosanan Melanda Rumah Tangga (1)
Tiba-tiba saja seorang lelaki, sebut saja Dudung, kehilangan hasrat kepada istrinya. Dia tidak tahu sebabnya. Mendadak suatu pagi Dudung melihat perempuan yang sudah belasan tahun ini rerasa eneg. “Masa? Istri Njenengan masih tampak muda dan cantik lho,” kata pengacara yang hendak dimintai tolong Dudung mengurus perceraiannya di kantor pengacara itu, sebut saja Win. “Ya. Saya sendiri heran.” Hening agak lama. Hanya terdengar desah-desah napas. Memorandum yang saat itu duduk di ruangan lain tertarik dan menolah ke arah mereka, kemudian berusaha mendekat. “Usia Anda berapa?” tanya Win. “Sekitar 42 tahun.” “Lelaki pada usia segitu sedang greng-grengnya.” “Iya. Makanya saya heran kok tiba-tiba saja.” “Jangan-jangan punya yang lain?” sindir Win. “Astaghfirullah, tidak Pak. Nauzubillahi minzalik.” “Alhamdulillah. Bagaimana perasaan Njenengan saat melihat istri?” “Jujur, saya kehilangan gairah,” “Kalau melihat perempuan lain?” Dudung diam. Cukup lama. Lantas terdengar pengakuan bahwa hatinya memang agak bergetar bila melihat perempuan lain. Terutama perempuan muda. Padahal, wajahnya tidak lebih cantik dari sang istri. “Di rumah Njenengan ada berapa perempuan?” “Keluarga?” “Siapa saja.” “Banyak. Selain istri, ada dua adik ipar dan sekitar sembilan anak kos.” “Saran saya, jangan tergesa-gesa bercerai.” “Dia sudah keterlaluan. Suka uring-uringan. Ada masalah dikit aja, selalu ramai dan berakhir tengkar.” “Sudah punya anak?” “Itu juga yang mungkin jadi masalah. Belum.” “Tapi masih mencintai istri kan? Jujur.” “Sebenarnya sih masih.” Win tersenyum. “Kalau begitu, saran saya, jangan terburu-buru cerai.” “Tapi dia sudah keterlaluan banget. Kalau tengkar suka mecah-mecahin barang. Hampir separuh barang di rumah hancur.” Sejenak sepi. Tapi, tidak lama kemudian Dudung melanjutkan, “Sejak bertengkar pertama kali dulu memang soal anak. Sejak itu saya jadi males sama istri.” “Kalau pengen?” goda Win. “Saya lebih suka sendiri,” aku Dudung. “Sendiri?” “Swalayan,” jawab Dudung tersipu, disusul senyum malu. Sambil menunduk Dudung menambahkan, “Istri makin sering uring-uringan. Tapi ya sudah. Kami sendiri-sendiri. Jarang seranjang. Dia tidur di ranjang, saya di bawah. Di atas karpet. Terakhir-terakhir ini kami malah sudah tidak sekamar,” aku Dudung, (jos, bersambung)
Sumber: