Membeli Rumah Amat Murah tapi Angker Dekat Waduk (5)

Membeli Rumah Amat Murah tapi Angker Dekat Waduk (5)

Memorandum mengira anak tadi ikut duduk—karena ada tiga cangkir di nampan, ternyata tidak. Ia pamit kembali masuk. “In syaa Allah Pak RT nanti ikut gabung,” kata Tomi. Sebelum Pak RT datang, Tomi menyatakan yakin gugatan cerai yang dilayangkan sang istri akan dicabut. Minimal mereka akan berdamai setelah masuk proses mediasi. “Dia hanya ketakutan,” kata Tomi, yang menambahkan bahwa ketakutan itu akan hilang tidak lama lagi. Tomi meyakini itu karena saat ini dia sedang minta tolong temannya yang serang ustaz untuk menanamkan ketauhidan ke istrinya. “Saya yakin. Istri saya lumayan kuat kok keimanannya. Hanya perlu penguatan,” tegas Tomi. Malam itu kami berbincang banyak hal sambil menunggu munculnya gangguan yang kata orang-orang sebagai hantu tersebut. Ternyata sepi-sepi saja. Kata Pak RT yang juga tak percaya adanya hantu, gangguan yang mungkin dilakukan sosok jin itu memang tidak selamanya muncul. “Ia hanya muncul di depan orang-orang “Ada hadis yang menyatakan bahwa di akhir zaman orang-orang terhalang untuk umrah dan haji. Dulu yang takut,” katanya. Sampai pukul 23.50 belum ada tanda-tanda kemunculan gangguan. “Biasanya di atas pukul 24.00,” kata Tomi. Pak RT manggut-manggut. Dia berdiri dan mondar-mandir di teras. Pukul 24.15 mendadak ada angin kencang. Kata Pak RT, tidak biasanya angin kencang muncul pada tengah malam. “Mungkin mereka akan datang,” kata Pak RT, yang mengaku pengalaman serupa sering dijumpainya di desanya di Ngawi, di lereng Lawu. Ternyata hingga pukul 01.30 tidak ada kejadian apa-apa. Pak RT pamit akan pipis. Tomi mempersilakan Pak RT masuk rumah dan ke kamar kecil di bagian belakang. Tapi, Pak RT menolak. Dia akan pipis di kamar kecil musala saja. Waktu melangkah keluar teras, langkah Pak RT tertahan. Dia menoleh ke arah kami, “Sandal saya kok gak ada? Tadi ada yang pakai tah?” tanya dia. Memorandum dan Tomi spontan berdiri dan mendekat. Ternyata bukan hanya sandal Pak RT, sepatu Memorandum pun tidak ada. Padahal, Memorandum sangat ingat tadi melepas sepatu dekat pot adenium. Kami mencarinya ke sana-kemari, namun tidak menemukan barang-barang tadi. Pak RT tiba-tiba berteriak sambil menggeleng-gelengkan kepala dan mengibas-ngibaskan baju. “Jangkrik! Aku diuyuhi,” katanya sambil membauhi bajunya yang barusan terpancuri air dari atas pohon mangga. Kami menoleh ke atas Ternyata sandal Pak RT dan sepatu Memorandum bergelantungan di sana. Tomi mengajak Pak RT dan Memorandum salat Tahajud berjemaah di rumahnya. Atau di musala depan rumah. Tapi, Pak RT punya ide lain: salat Tahajud di bawah pohon mangga, yang diyakini sebagai rumah para hantu. Setelah debat kecil, akhirnya kami memutuskan salat Tahajud di teras. Tidak seperti biasa, Memorandum merasakan malam itu sulit mencapai khusyuk. Pak RT yang kami tunjuk sebagai imam terlalu banyak gerak. Tolah-toleh seperti orang ketakutan. Kami berencana melakukannya 11 rakaat. Pada rakaat kedua, tiba-tiba terdengar gedebuk-bruk. “Eee jaran,” teriak Pak RT bersamaan dengan bunyi tadi. Tentu saja kami membatalkan salat kami. Ternyata sandal Pak RT dan sepatu Memorandum jatuh. (jos, bersambung)    

Sumber: