Resensi Buku: Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat
Resensi Buku Judul Buku : Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat: Pendekatan yang Waras Demi Menjalani Hidup yang Baik Penulis : Mark Manson Penerbit : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo) Tahun Terbit : 2019 (cetakan ke-20) ISBN : 978-602-452-698-6 Jumlah Halaman : vii + 246 Presensi : Ike Angelina Herdiani Oktavia, Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Surabaya Judul Resensi : Berhenti Menjadi Positif bukan Berarti Mengembangkan Diri Menjadi Negatif Sinopsis buku: Buku berjudul Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat (The Subtle Art of Not Giving a F*ck) ini adalah salah satu buku yang termasuk dalam jajaran buku self improvement yang populer. Bahkan menjadi salah satu global best seller yang ditulis oleh Mark Manson. Ini buku pertama Mark Manson yang menyuguhkan seni pengembangan diri yang dinilai sangat mewakili generasi ini. Buku ini membahas bagaimana kunci untuk menjalani hidup menjadi lebih kuat, lebih bahagia adalah dengan mengerjakan segala tantangan dengan lebih baik dan berhenti memaksa diri untuk menjadi “positif” di setiap saat. Buku ini memberikan perspektif yang berbeda daripada buku-buku lain yang bertemakan self improvement lainnya. Dalam buku ini, sang penulis berargumen bahwa manusia tidak sempurna dan terbatas. Buku ini mengajak kita untuk mengerti batasan-batasan diri dan menerimanya. Resensi buku: Buku ini bisa kita sebut benar-benar berbeda, bagaimana tidak? Halaman pertama bab satu buku ini saja diawali oleh Manson dengan tips “Jangan Berusaha”, sungguh kebalikan dari kebanyakan buku pengembangan diri (self improvement) yang sering kita temui, yang pasti akan mendorong kita dengan berbagai diksi-diksi positif. Karena dinilai akan berbeda, maka pada bagian awal bab, Manson menuliskan keterangan lebih jelas dahulu, inti dari buku Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat ini, agar pembaca tidak salah kaprah. Meskipun sebenarnya, secara pribadi, saya justru tertarik dengan buku yang memiliki judul anti-mainstream seperti ini. Tapi kita disarankan untuk “not judge the book by its cover”. Maka dari itu, seperti yang dituliskan oleh Manson, buku ini akan membantu pembaca berpikir sedikit lebih jelas untuk memilih mana yang penting dalam kehidupan dan mana yang sebaliknya. Menurutnya, “cuek” dan masa bodoh adalah cara yang sederhana untuk mengarahkan kembali ekspektasi hidup kita dan memilih apa yang penting dan apa yang tidak. Usaha untuk mengembangkan kemampuan untuk bersikap “cuek” tersebut, butuh pengarahan yang praktis, seperti isi dalam buku ini. Saat ini, banyak orang mungkin setuju bahwa kita sedang diserang oleh wabah psikologis, di mana orang-orang tidak lagi menerima dengan tenang bahwa kadang-kadang ada hal yang tidak menyenangkan dalam hidup ini. Orang-orang berpikir, bahwa tidak sempurna itu memalukan. Arti masa bodoh yang ditulis Manson disini memiliki tiga “seni” utama yaitu; Seni #1: Masa bodoh bukan berarti menjadi acuh tak acuh; masa bodoh berarti nyaman saat menjadi berbeda. Seni #2: Untuk bisa mengatakan “bodo amat” pada kesulitan, pertama-tama Anda harus peduli terhadap sesuatu yang lebih penting dari kesulitan. Seni #3: Entah kita sadari atau tidak, kita selalu memilih suatu hal untuk diperhatikan. Bagaimana kita mengatur prioritas dan fokus adalah kuncinya. Berhenti menjadi positif, bukan berarti mengembangkan diri menjadi orang yang negatif. Buku ini berisi tulisan yang membuka perspektif baru bagi menilai hidup di saat terjadi hal-hal yang tidak menyenangkan, di saat berada diantara orang-orang menyebalkan, di saat kita menyadari bahwa kita tidak istimewa, disaat mengalami kegagalan, di saat kebingungan menentukan batasan untuk selalu berusaha menjadi “positif”. Semua permasalahan tersebut, dimuat secara mendalam dengan gaya bahasa yang santai tapi “ngena” untuk pembaca. Buku ini merupakan tamparan di wajah yang menyegarkan untuk kita semua, agar kita bisa memulai menjalani kehidupan yang lebih memuaskan dan apa adanya. Buku ini tersusun dari sembilan bab yang terbagi dalam 232 halaman isi. Bab pertama dibuka dengan tips “Jangan Berusaha” tadi dan inti dari buku ini. Kemudian dilanjutkan bab kedua, dimana Manson membuat kita melihat bahwa kebahagiaan bersumber dari pemecahan masalah. Bab ini menyinggung kita yang sering mengeluh ketika mendapat masalah dengan sebutan “si nyinyir”. Bab ini menjelaskan bagaimana kita mengendalikan emosi dan memilih medan juang yang benar dalam memecahkan suatu masalah. Pada bab ketiga, Manson menyadarkan bahwa “Anda tidak Istimewa”. Lalu, jika kita tidak istimewa atau luar biasa, apa jadinya guna hidup ini? Karena ini, justru pada bab ini, Manson membuka perspektif kita untuk mampu mengapresiasi pengalaman-pengalaman dalam hidup kita; yang mungkin kita nilai tidak ada istimewa-istimewanya agar lebih mengerti bahwa istimewa bukan berarti hanya ketika memiliki sesuatu yang besar saja. Pada bab keempat dan kelima, kita akan diajak untuk melihat nilai-nilai dari penderitaan dan membuat kita memilih tindakan untuk menanggapi berbagai tragedi yang terjadi dalam hidup. Selanjutnya di bab keenam, kita sangat diingatkan untuk berhati-hati dengan apa yang kita percayai. Bisa jadi selama ini kita keliru mempercayai hal-hal di dalam hidup. Pada bab selanjutnya, dilengkapi dengan pandangan bagaimana kita melihat paradoks antara kegagalan dan kesuksesan. “Pada titik tertentu, sebagian besar dari kita berhasil meraih suatu posisi yang mengondisikan kita untuk takut gagal, untuk menghindari kegagalan secara naluriah, dan hanya terpaku pada apa yang ada di depan kita atau hanya pada bidang yang kita kuasai. Jika kita tidak bersedia untuk gagal, kita pun tidak bersedia untuk sukses” -hal.175 Dua bab terakhir mengajarkan kita untuk memberi batasan pada diri sendiri akan hal-hal yang berada di luar kendali kita. Dan terakhir, tidak lengkap sebuah buku pedoman hidup tidak mengingatkan kita akan kematian. Meskipun begitu, Manson mencoba menunjukkan sisi cerah kematian kepada kita ketika kita tahu gelapnya kematian itu sebenarnya. Gaya penulisan dan kata-kata yang digunakan bersifat interaktif, sehingga pembaca akan merasa seperti diajak mengobrol. Contoh-contoh peristiwa kehidupan yang disuguhkan dalam setiap bab juga memiliki nilai kedekatan dengan masyarakat umum pada generasi ini. Kelebihan Buku Buku ini ditulis dengan bahasa sederhana yang mudah dimengerti. Alignment teks juga rapi sehingga tidak mengganggu saat dibaca, pemilihan font dan warna juga menarik. Jika kita mendatangi toko buku, warna cover buku yang orange-terang juga dijamin akan sangat menarik perhatian, meskipun layoutnya simple saja. Kelemahan Buku Buku asli ini ditulis dalam Bahasa Inggris American, di Indonesia sendiri diterjemahkan ke Bahasa Indonesia. Karena terjemahan ini, pada beberapa hal, bahasanya jadi terkesan kaku. Kesimpulan Buku ini mengasumsikan bahwa kita pasti memilih sesuatu dalam hidup. Hal yang kita pilih seharusnya membuat kita bahagia. Jika tidak, maka buku ini akan membantu membuka pikiran kita untuk melihat masalah-masalah yang membuat kita tidak bahagia, tidak merasa istimewa, merasa gagal, dan menderita. Dengan gaya penulisan yang interaktif, meskipun pada beberapa poin terjemahan bahasanya kaku, buku ini adalah panduan praktis yang beralih dulu dari paradigma-paradigma “paling positif” buku-buku self improvement lainnya.(*)
memorandum.co.id tidak bertanggung jawab atas isi opini/ resensi. Sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis seperti yang diatur dalam UU ITE
Sumber: