Capaian Pendapatan Pajak Daerah Belum Maksimal, Komisi B: Jajaran Pemkot Lemah
Surabaya, memorandum.co.id - Capaian pendapatan di sektor pajak daerah hingga penghujung tahun masih belum memenuhi target. Angkanya tak sampai menyentuh 70 persen. Yakni dari target Rp4,9 triliun, pajak yang dikumpulkan hingga detik ini tercapai Rp3,34 triliun. Masih menyisakan Rp 1 triliun lebih. Padahal tahun 2022 tersisa dua bulan lagi. Merespons ini, Komisi B DPRD Surabaya merasa pesimistis target pendapatan pajak dapat terpenuhi. Bukan enggan mendukung. Namun sejak awal, dewan melihat target yang ingin dikejar tersebut kurang diseriusi oleh Pemerintah Kota (pemkot) Surabaya. Misalnya, masih ada banyak pengemplang pajak yang dibiarkan begitu saja. “Kita pesimis pencapaian di sektor pajak bisa naik (menyentuh 100 persen) tahun ini. Masih jauh. Sebentar lagi sudah November, terus Desember,” tandas Sekretaris Komisi B DPRD Surabaya, Mahfudz, Selasa (25/10). Menurut telaahnya, ada banyak faktor yang membuat target capaian dari pendapatan pajak tidak akan maksimal. Pertama, target yang dicanangkan oleh pemkot tersebut tanpa melalui kajian ilmiah. Kedua, bisa jadi kinerja jajaran pemkot yang lemah. Kurang bersungguh-sungguh dalam mengejar pendapatan di sektor pajak. “Yang ketiga, kurang tegasnya pemkot terhadap para penunggak pajak. Contohnya, masih ada banyak reklame yang sampai puluhan tahun dibiarkan tanpa membayar pajak. Padahal reklame tersebut beroperasi. Jadi pemkot itu memang tidak tegas,” jelas Mahfudz. “Khawatirnya, nanti ada masyarakat yang kemudian berpikir dan curiga, apa jangan-jangan pajak tersebut bocor ke oknum tertentu, sehingga dibiarkan begitu saja,” tambah politisi milenial ini. Selain itu, Mahfudz juga menyinggung target pendapatan di sektor pajak yang justru turun pada 2023. Hal ini membuktikan target yang diusung pada 2022 asal-asalan. Tidak melalui proses kajian. Karena itu hingga penghujung tahun belum maksimal. “Ada beberapa target di beberapa objek pajak itu malah diturunkan pada 2023. Artinya apa yang ditargetkan hari ini (2022) memang tidak rasional. Kalau memang rasional ngapain diturunkan, biarkan saja begitu,” cetusnya. Dia lantas mendesak pemkot agar lebih tegas pada 2023. Terutama terhadap para pengemplang pajak. Khusus reklame misalnya. Manakala tak bayar pajak, maka jangan hanya diberi tanda silang melainkan benar-benar tidak diizinkan untuk beroperasional. Sebab, lanjut Mahfudz, pajak adalah salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD). Realisasi pendapatan pajak ini berasal dari sembilan obyek. Di antaranya hotel, restoran, reklame, tempat hiburan, parkir. Lalu ada juga pajak penerangan jalan, pajak air tanah, pajak bumi dan bangunan (PBB), dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). “Pajak di sektor parkir misalnya. Target sekitar Rp35 miliar, namun sampai saat ini baru tercapai sekitar Rp 17 miliar. Ini kan masih jauh. Nah, terus untuk menutupinya bagaimana? Saya curiga, jangan-jangan nanti devidennya PDAM diambil pada akhir tahun ini untuk menutupi kekurangan pendapatan di sektor pajak,” tuntas Mahfudz. (bin)
Sumber: