Polda Jatim Diminta Serius Tangani Perkara RS Marien
Surabaya, memorandum.co.id - Direktur Utama Rumah Sakit (RS) Marien, Dr. Joenry Panggawean menyayangkan penanganan proses hukum Laporan Polisinya nomor LP-B/918/XI/RES.1.11/2020/UM/SPKT Polda Jatim tertanggal 28 Nopember 2022 yang terkesan jalan di tempat. Pria lanjut usia (lansia) yang tinggal di Jl. HR. Muhammad, Surabaya ini mengaku, sejak dirinya melaporkan perkara ini 2020 hingga sekarang tidak pernah menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP). “Ini saja saya mengenal istilah SP2HP ini baru dengar dan baru tahu dari lawyer saya,” ucap Joenry. Berdasarkan Tanda Bukti Lapor No. TBL-B/918/XI/RES.1.11./2020/UM/SPKT Polda Jatim, Joenry melaporkan Direktur Utama (Dirut) PT. Raja Bumi Nusantara (RBN), David Aryanto dan Komisaris PT. RBN, SF. Keduanya dilaporkan dugaan penipuan dan penggelapan. “Saya dirugikan hingga mencapai ratusan juta oleh David,” ucap Joenry. Menurut Joenry didampingi Kuasa Hukumnya Dwi Heri Mustika.,S.H, Wahyudiono.,S.H, Ery Sanjaya Putra.,SH dan Bravicha Bunga Vitriana, peristiwa dugaan ini bermula, sekitar 2020 dirinya yang saat itu membutuhkan dana talangan guna merenovasi tempat parkir RS Marien. “Dari situlah awal peristiwa terjadi sampai saya kenal terlapor David Aryanto. Hingga saya ditipu habis-habisan sampai tabungan saya ludes,” ucap Joenry dengan wajah sedih. Pengakuan Joenry, saat itu David mengaku memiliki Deposito Rp. 250 miliar di Bank Mandiri. “Tetapi saat itu, David mengaku untuk mencairkan uang Rp. 250 miliar, saya harus menyediakan uang pelicin. Kemudian dari situ, singkat ceritanya, saya bertemu dan mengenal Yn, warga Malang. Dari Yn, saya mendapatkan dana pinjaman Rp. 1,3 miliar dengan jaminan satu sertfikat RS Marien,” jelas Joenry yang kini berusia 67 tahun. “Setelah dana Rp. 1,3 miliar masuk ke rekening saya. David mulai menggerogoti saya. Berbekal uang tersebut dan tabungan saya 300 juta, saya diajak ketemu di Jakarta. Dari makan, hotel dan lain lain selama 2 bulan di Jakarta, dijadikan beban saya semua. Intinya, saya merasa ditipu habis-habisan. Bahkan saya sempat diberi cek kosong Rp. 12 miliar dan Rp. 300 juta oleh David,” ungkap Joenry. Sementara itu, Kuasa hukum Dwi Heri Mustika., SH mengatakan, Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) merupakan hak bagi pelapor. Dalam hal menjamin akuntabilitas dan transparansi penyelidikan/penyidikan, penyidik wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor baik diminta atau tidak diminta secara berkala. “Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, pasal 39 ayat 1, berbunyi dalam hal menjamin akuntabilitas dan transparansi penyidikan, penyidik wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor baik diminta atau tidak diminta secara berkala paling sedikit 1 kali setiap 1 bulan. Kami memohon dan berharap kepada rekan penyidik Harda Direktorat Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jatim menangani perkara ini dengan serius,” terang Dwi. “Karena sejak 2020 melapor, hingga sekarang klien kami mengaku belum pernah mendapat SP2HP. Kami sebagai tim kuasa hukum dan Joenry saat ini tidak mengetahui sejauh mana perkembangan proses hukum atas laporan tersebut. Siapa saja yang sudah diperiksa dan status hukum perkara apakah masih penyelidikan atau penyidikan,” tegasnya. Di sisi lain, Kabidhumas Polda Jawa Timur, Kombespol Dirmanto belum mengetahui laporan kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang dialami Rumah Sakit Marien di Jalan Darmo Permai Selatan yang dilaporkan akhir 2020 lalu. Namun demikian, pihaknya berjanji akan secepatnya mencari informasi dan mengecek laporan itu. "Saya cek dulu. Laporan kapan?" singkat Dirmanto.(yy/fdn)
Sumber: