Nasib Play Boy Pralansia Menghadapi Hari-Hari Tuanya (3)
Kabar Oyik menikah lagi itu cepat tersebar luas. Tapi, hanya di kalangan intern komunitas sahabat semasa SMA dan sebagian kecil teman kuliah. Dan, itu bukan kabar pertama Oyik kecantol perempuan. Dua tahun, kabar serupa kembali beredar. Oyik menikahi istri ketiganya. “Terpaksa Jos. Di setiap kota aku jadi punya istri,” kata Oyik suatu saat. Waktu tugas luar kota Oyik memang selalu lama. Bisa tiga hingga enam bulan. Kalau luar pulau lebih lama lagi. Bisa sekitar setahunan. Saat mengerjakan jaringan internet di beberapa provinsi bahkan lebih dari setahun. Saat itulah biasanya ia macem-macem! “Risa kan sibuk dengan pekerjaannya, jadi setengah cuek kepadaku. Dia manajer desain media massa. Profesional dan amat menikmati pekerjaannya,” alasan Oyik berani poligami lebih dari sekali. Baru saat ini aku mengetahui alasan sebenarnya Oyik tidak pernah mengajak serta istrinya saat harus bertugas luar kota. Ya, saat ini, kala Oyik mengaku baru saja mendapatkan charge baru, mendapatkan istri baru. Asem tenan! “Begini ini kau ceritakan kepada Risa?” “Gendeng po piye?” “Lalu?” “Ya biarkan berjalan apa adanya. Nggak usah dipikirkan?” “Kalau ketahuan?” “Siapa yang tahu? Hanya kamu. Kalau sampai Risa nanti tahu, berarti kamu yang memberi tahu. Tapi, kamu nggak mungkin seperti itu. Aku tahu siapa kamu.” Dengan pengakuan Oyik seperti itu, mau tidak mau aku harus ikut menjaga agar Risa jangan sampai tahu bahwa Oyik menikah lagi. Jan asem tenan bocah mbah-mbah iki. Entah bagaimana caranya, Oyik bisa menjalankan tiga biduk rumah tangganya tanpa risiko berbenturan. Benthet. Keluarga di Surabaya, Solo, dan di Samarinda. “Kurasa sudah cukup, Jos. Aku nggak mau serakah. Aku merasa kemampuanku cuma tiga istri. Kalau dipaksakan bisa error dan bubar semuanya,” pengakuan Oyik sekitar tiga tahun lalu. Bagaimana nggak cukup? Waktu itu usianya sudah 51. Lewat paruh baya dan sedang menuju pralansia. Masa mau nekat mengembangkan sayap perkawinan dengan membuka ijab kabul keempat? “Aku malah mengherankan pilihan hidupmu, Jos. Masa dengan penampilan gagah perkasa, wartawan pinter omong, dan sebagainya dan sebagainya, kamu puas hanya dengan satu istri?” “Aku takut tidak bisa berbuat adil, Yik.” “Takut tidak bisa berbuat adil atau takut kepada istri?” (jos, bersambung)
Sumber: