Terdakwa Penggelapan Mobil Berbelit, Bikin Hakim dan Jaksa Kesal
Surabaya, memorandum.co.id - Fedyanto Wardhana, terdakwa dalam kasus penggelapan mobil diancam dengan pemberatan oleh Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Arwana. Sebab, dia dalam persidangan memberikan keterangan yang berbelit-belit. Tak hanya hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Siska Christina pun tampak ikutan kesal. Meski dipertemukan dengan korban saat sidang secara daring, terdakwa selalu membantah pernyataan korbannya. Bahkan, dia enggan berterus terang perihal uang yang diperoleh dari hasil menggelapkan mobil korbannya, Maghfirohan. "Pas mau bawa mobil, bilangnya pinjam, tapi, tidak dikembalikan. Sampai istrinya (terdakwa, Tri Lisa Handayani) meninggal," kata Maghfirohan saat sidang di Ruang Kartika, PN Surabaya, Rabu (21/9). Meski dibenarkan, namun keterangan saksi disangkal Fedyanto. Menurutnya, keterangan tersebut tak seperti versinya. Bahkan, terdakwa enggan membuka kepada siapa mobil tersebut dijual. "Saya nggak tahu, saya nggak menjualnya kok," terang terdakwa. Sontak, hal tersebut membuat JPU dan hakim geram. Mengingat, bukti, keterangan, dan fakta persidangan sangat jelas perihal adanya penggelapan itu. Berdasarkan data dan rekam jejak yang diperoleh, JPU menyebut bila terdakwa tak hanya sekali saja melakukan penggelapan mobil. Malah, ada sejumlah LP (laporan polisi) dalam kasus serupa. "Kamu sudah banyak laporan polisi, tidak satu kali ini saja. Kan kamu yang pinjam dan menerima, kok masih nggak mengaku. Jujur saja, kamu dapat berapa dan itu (mobil) dibawa kemana?," tanya JPU. Alih-alih menjawab secara jujur, terdakwa justru berbelit. Ia malah mengarahkan jawaban yang jauh berbeda dengan topik pembicaraan selama persidangan perihal perkaranya. Mengetahui hal itu, hakim terlihat kesal. Malah, hukuman terdakwa diancam akan diberatkan dengan pasal pemberatan. "Heh, kamu itu ditanya, mobil itu dimana sekarang? Ya sudah kalau kamu tidak mengaku, karena berbelit-belit, kamu kena unsur pemberatan ya," tegas Arwana. Perkara itu bermula pada Sabtu (26/6/2022) pagi sekitar pukul 09.00. Saat itu, terdakwa mendatangi rumah Sukirman, suami dari Magfirohan di Jalan Kalilom Lor Indah gang Gading, Surabaya. Kemudian, terdakwa meminjam mobil Suzuki New Ertiga dengan nopol L 1639 SA warna putih dengan alasan untuk mengantarkan istrinya berobat akibat Covid-19 ke rumah sakit di Malang. Ketika diminta untuk mengantarkan ke RS terdekat, terdakwa menolak. Menurutnya, pasien RS di Surabaya sudah penuh. Lalu, istri terdakwa, yakni Tri Lisa Handayani menghubungi saksi Maghfirohan dan membenarkan hal itu. Lantaran iba, pasutri tersebut meminjamkan mobil kepada terdakwa. Lalu, mobil itu dibawa terdakwa ke rumahnya di Jalan Hayam Wuruk, Kecamatan Wonokromo, Surabaya. Bahkan, terdakwa menyatakan siap bertanggungjawab untuk segera memulangkan mobil tersebut. Pada 7 Juli 2021, Maghfirohan dan suaminya mendapat informasi jika istri terdakwa meninggal dunia. Lalu, korban menghubungi terdakwa untuk mengucapkan bela sungkawa. Kemudian, ia meminta agar mobil yang dipinjam segera dikembalikan. Sayangnya, terdakwa enggan mengembalikan dan akan dipulangkan pekan depan dengan alasan masih digunakan untuk keperluan kegiatan acara meninggalnya istri Terdakwa. Rupanya, mobil itu tak kunjung dikembalikan melebihi batas waktu yang disepakati. Selanjutnya, pada 25 Agustus 2021, Sukirman mengirimkan surat somasi kepada terdakwa agar mobil miliknya segera dikembalikan. Sayangnya, hingga saat ini, mobil tersebut tak kunjung kembali. Akibat perbuatan terdakwa, Sukirman dan Magfirohan mengalami kerugian sebesar Rp 250 juta. Perbuatan terdakwa pun dikenakan pidana Pasal 372 KUHP terkait penipuan dan penggelapan. (jak).
Sumber: