Tahan Peralatan Angklung dan KTP Pengamen, LBH Surabaya Perkarakan Satpol PP

Tahan Peralatan Angklung dan KTP Pengamen, LBH Surabaya Perkarakan Satpol PP

Surabaya, Memorandum.co.id -  Penyitaan peralatan angklung dan kartu tanda penduduk (KTP) pengamen jalanan oleh Satpol PP Kota Surabaya saat penertiban di traffic light(TL) Jalan Jemursari, Minggu (10/11) sore, berbuntut panjang. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya sangat menyayangkan tindakan satpol PP tersebut. Sebab,kesenian angklung  juga perlu diperhatikan demi kemajuan Kota Surabaya. "Sebagai penegak perda, satpol PP seharusnya tidak menyita peralatan angklung dan KTP para pengamen. Tindakan tersebut tidak benar dan kami telah melayangkansurat peringatan (somasi) kepada Satpol PP Surabaya dengan tembusan ke Wali Kota Surabaya dan DPRD Surabaya," tegas kuasa hukum pemain angklung dari LBH Surabaya, Habibus Shalihin, Kamis (14/11). Dalam surat tanda terima barang bukti yang dikeluarkan Satpol PP Kota Surabaya dalam keterangannya dijelaskan, bahwa  jangka waktu satu minggu, apabila  barang tidak diambil akan dimusnahkan. Tapi, pihak satpol PP memberikan catatan (ditulis tangan) di balik kertas surat tanda terima barang bukti yang intinya meminta pengamen untuk mengambil KTP dan angklung pada Senin (25/11) pukul 08.00. Habibus menjelaskan, penyitaan KTP milik  Michael V, Hadi Santoso,Randy Setyo, dan Reza Anggara (Prinsipal) oleh Satpol PP Kota Surabaya termasuk pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat (selanjutnya disebut Perda Ketertiban Umum). Dia menegaskan, dalam Perda Ketertiban Umum tersebut tidak ada kewenangan yang diberikan untuk menyita KTP. Dalam Pasal 45 huruf d hanya diperbolehkan menyita benda dan surat."Sehingga penyitaan terhadap KTP milik prinsipal oleh satpol PP termasuk pelanggaran hukum sebagaimana yang diatur dalam Perda Ketertiban Umum maupun peraturan perundang-undangan di atasnya," terang dia. Atas penyitaan KTP dan angklung milik prinsipal, Habibus meminta satpol PP untuk mengembalikan KTP kepada prinsipal selambat-lambatnya 1x24 jam sejak surat somasi ini diterima. Sedangkan untuk angklung harus dikembalikan paling lama seminggu sejak dilakukan penyitaan. Dia menambahkan, adanya catatan di balik kertas surat tanda terima barang bukti menunjukkan adanya pelanggaran administrasi yang dilakukan satpol PP. Karena dalam surat tanda terima barang bukti yang resmi telah ditentukan, bahwa  barang bukti yang disita harus diambil paling lama  seminggu. Tetapi satpol PP meminta prinsipal untuk mengambil Senin (25/11). Ini artinya harus menunggu sembilan hari sejak KTP disita. "Karena itu, apabila dalam jangka waktu yang ditentukan, satpol PP tidak mengembalikan KTP dan angklung kepada prinsipal, maka dengan berat hati kami akan melakukan upaya hukum untuk kepentingan hukum prinsipal," jelas dia. Sementara Kasatpol PP Kota Surabaya Irvan Widyanto menilai tindakan anggota Satpol PP Surabaya terhadap seniman angklung yang mangkal di Jalan Jemursari sudah sesuai aturan perda yang berlaku. "Mengenai penyitaan alat angklung dan identitas KTP memang sudah sesuai aturan. Penyitaan KTP pengamen sah-sah saja, silakan saja LBH melakukan somasi,”tegas Irvan. Dia menjelaskan, seharusnya masyarakat Surabaya juga tahu bahwa sesuai Perda Surabaya sudah jelas tidak diperbolehkan main angklung di jalanan, apalagi pengamen juga meminta uang di jalanan.“Ini kan melanggar Perda Nomor 2 Tahun 2014. Yang jelas,  penertiban penyitaan alat peraga dan KTP itu sudah benar. Sementara alat (angklung)dan KTP tetap kita tahan, sambil nunggu jadwal persidangan dari pengadilan,” pungkas dia.(why/dhi)

Sumber: