Masyarakat Tak Percaya, Pakar: Citra Polisi Harus Diperbaiki

Masyarakat Tak Percaya, Pakar: Citra Polisi Harus Diperbaiki

Prof Dr Bagong Suyanto Surabaya, memorandum.co.id - Aksi kriminalitas di Surabaya masih tergolong tinggi. Namun sebagian orang enggan melaporkan aksi kejahatan yang menimpanya karena kepercayaan turun terhadap Polri sebagai aparat keamanan. Seperti contoh kasus jambret kalung seorang ibu di Jalan Sidotopo. Korban yang mengalami kerugian sekitar Rp 30 juta itu enggan melapor karena takut dipersulit. Sama halnya dengan korban pencurian motor di Jalan Semut dan Semampir Selatan. Korban tidak mau melapor karena melihat beberapa kasus yang sama sudah melapor namun tak kunjung terungkap siapa pelakunya. Sehingga korbannya hanya pasrah. Hal tersebut ditanggapi pakar sosiologi Universitas Airlangga (Unair) Prof Dr Bagong Suyanto. Menurut dia,  ini karena citra kepolisian masih juga belum betul-betul betul baik di mata masyarakat. "Sehingga ada jarak (antara polisi dengan masyarakat). Masyarakat sebagian enggan melaporkan tindak kejahatan. Ya itu harus menjadi agenda kepolisian terus memperbaiki citra reputasi dan merangkul masyarakat supaya bisa memberikan dukungan kepada kinerja kepolisian," kata Bagong Suyanto. Justru, menurut Bagong Suyanto itu tantangan kepolisian memperbaiki reputasinya terus menerus dan membangun upaya yang bisa memperoleh dukungan masyarakat. "Itu agenda yang harus dibangun kepolisian. Saran masyarakat harus diterima sebagai masukan positif untuk momen berbenah bahwa ada hal hal yang harus dilakukan supaya memperoleh kepercayaan dan dukungan masyarakat," jelas dia. Sementara maraknya aksi kejahatan di Surabaya tidak bisa diserahkan sepenuhnya terhadap kepolisian. Sehingga pelu adanya kerjasama dengan masyarakat untuk turut andil menekan angka kejahatan. "Kalau penanganan kejahatan memang tidak mungkin diserahkan hanya kepada aparat kepolisian. Karena jumlah personel polisi lebih sedikit dengan dibandingkan ancaman kejahatan, di Indonesia kan termasuk sangat kurang polisinya. Sehingga yang lebih bisa diandalkan adalah kalau polisi menjalin kerjasama dan memperoleh dukungan dari masyarakat," paparnya. Apabila lanjut Bagong Suyanto, kalau kejahatan hanya diserahkan pada polisi. Itu pasti tidak akan bisa menjangkau terutama kalau kejadiannya itu di wilayah wilayah yang tersebar. "Itu pasti akan ada banyak kasus yang tidak bisa tertangani meskipun polisinya bergerak cepat," tegasnya. Kerja sama yang dimaksud, kata dia, polri merangkul masyarakat untuk mempersempit tindak kejahatan. Sehingga pelaku kejahatan tidak bisa bergerak leluasa. "Misalnya untuk deteksi dini tindak kejahatan. Hal hal yang bisa memancing tindak kejahatan itu harus mulai dipersempit," ungkapnya. Disinggung apakah perlu penambahan personel polisi. Menurutnya itu sangat perlu, namun keterbatasan personel itu harus mengandeng masyarakat. "Jelas perlu ya , tapi personelnya terbatas," pungkasnya. (alf)

Sumber: