Petrokimia Gresik Siapkan Strategi Hadapi Krisis Pangan
Gresik, memorandum.co.id - Menghadapi krisis pangan dunia, Petrokimia Gresik siap memberikan dukungan penuh kepada pemerintah melalui sejumlah strategi. Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama Petrokimia Gresik, Dwi Satriyo Annurogo, di hadapan Menteri Pertanian (Mentan) RI Syahrul Yasin Limpo (SYL) saat keduanya menjadi narasumber dalam program Indonesia Business Forum (IBF). Mentan SYL menyampaikan, ancaman krisis pangan dunia saat ini disebabkan beberapa hal. Mulai dari Covid-19 yang terjadi selama 2,5 tahun dan menjadikan semua sektor berjalan unlinear. Kemudian climate change, dan pengaruh geopolitics yaitu perang di kawasan Eropa. “Neraca kita saat ini cukup baik, 12 komoditi dasar kita cukup terjaga. Tapi kita tidak boleh terlalu PD (percaya diri, Red). Semua langkah harus dipersiapkan. Ini (ancaman krisis pangan, red) harus kita waspadai karena tentu saja akan beresonansi pada kita. Jangan lupa Indonesia adalah negara keempat terbesar, ada 273 juta orang yang membutuhkan pangan dan tidak bisa ditunda,” tegasnya. Mentan SYL menegaskan, untuk menghadapi tantangan pangan tersebut, dibutuhkan kolaborasi dan peranan aktif para stakeholder, termasuk Petrokimia Gresik yang saat ini juga memikul amanah untuk menyalurkan pupuk bersubsidi bagi petani di berbagai daerah di Indonesia. Ia mengungkapkan jika presiden selalu mengatakan harus ada langkah extraordinary dari semua pihak untuk menghadapi tantangan ini. Sementara itu, Petrokimia Gresik yang memahami perannya dalam menjaga ketahanan pangan nasional dan meningkatkan kesejahteraan petani memiliki beberapa pendekatan, agar Indonesia keluar dari ancaman krisis pangan. Pertama, Dwi Satriyo menegaskan bahwa Petrokimia Gresik memastikan produksi dan distribusi pupuk hingga petani berjalan dengan lancar. “Sebagian bahan baku pupuk saat ini masih kita peroleh dari impor. Bahan baku yang sempat mengalami permasalahan adalah KCl untuk produksi pupuk NPK di awal perang kawasan Eropa. Pada kondisi normal, jumlah KCl yang diekspor adalah 41,6 juta ton setahun. Dari total tersebut 47 persen berasal dari Belarusia dan Rusia. Bisa dibayangkan jika supply dari Belarusia dan Rusia ini terganggu,” tandasnya. Untuk itu, tambah Dwi Satriyo, demi menjaga ketahanan pangan nasional, Petrokimia Gresik menambah supply untuk pengadaan KCl dari Kanada, tentu dengan harga yang reasonable. Kedua, Petrokimia Gresik berupaya meningkatkan produktivitas pertanian melalui program Agro Solution. Program ini berupaya menciptakan ekosistem pertanian secara komprehensif, baik on farm maupun off farm, mulai dari penyediaan dana atau modal usaha yang bersinergi dengan lembaga perbankan, kemudian jaminan asuransi, ketersediaan pupuk, kawalan pengendalian hama, hingga offtaker. “Dalam program ini Petrokimia Gresik mengedukasi penggunaan pupuk nonsubsidi. Dengan pengawalan yang baik, mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani,” ternag Dwi Satriyo. Petrokimia Gresik juga melakukan transformasi digital untuk memastikan perbaikan kinerja agar kebutuhan petani bisa tercukupi dengan baik, serta pengembangan SDM pertanian dengan menggandeng sejumlah penyelenggara pendidikan sektor pertanian. Ini merupakan langkah ketiga dan keempat Petrokimia Gresik berupaya mendukung pemerintah untuk keluar dari ancaman krisis pangan global. “Petrokimia Gresik menciptakan SDM unggul pertanian dengan membuka program magang bagi mahasiswa pertanian, bekerja sama dengan tujuh Politeknik Pertanian di Indonesia untuk mendorong regenerasi di sektor pertanian,” tandas Dwi Satriyo. Sementara, sejalan dengan program Agro Solution Petrokimia Gresik untuk peningkatan produktivitas pertanian, Ketua Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, Yadi Sofyan Noor, yang juga menjadi salah satu narasumber mengaku mendorong anggotanya untuk menggunakan pupuk nonsubsidi. Lebih-lebih dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022, komoditas yang berhak mendapatkan subsidi dibatasi hanya sembilan, dari sebelumnya 70 komoditas. Selain itu, subsidi pupuk juga hanya diberikan pada Urea dan Phonska saja. “KTNA mendukung kebijakan subsidi pupuk. Karena fokus pangan kita ada di komoditas yang sekarang memang di situ (diatur dalam Permentan 10/2022, Red),” tandasnya.(and/har)
Sumber: