Mayoritas Fraksi Setuju Pembahasan Lima Raperda Usulan Pemkab Jember

Mayoritas Fraksi Setuju Pembahasan Lima Raperda Usulan Pemkab Jember

Jember, Memorandum. co.id - Mayoritas fraksi di DPRD Kabupaten Jember setuju pembahasan penyampaian nota pengantar lima raperda (rancangan peraturan daerah) oleh Bupati Faida dilanjutkan. Hal ini disampaikan juru bicara fraksi dalam rapat paripurna dengan acara pandangan umum fraksi-fraksi atas penyampaian nota pengantar lima raperda Bupati Jember. Dari tujuh fraksi, 6 menerima untuk ditindaklanjuti meski ada catatan dan pertimbangan. Sementara Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Gerakan Indonesia Berkarya (GIB), menilai untuk pembahasannya perlu melibatkan tim ahli. "Fraksi GIB memberikan catatan pembahasannya ada tim ahli, namun hingga kini tim ahli DPRD belum ada yang mendapatkan SK, karena untuk membahas itu perlu kajian mendalam dari segi asas hukumnya," terang Alfian Andri Wijaya, juru bicara Fraksi GIB paparkan dasarnya. Sedangkan juru bicara Fraksi PKB, Tatin Indrayanti menilai, lima raperda yang diajukan Pemkab Jember itu kurang urgent untuk dibahas pada paripurna yang dihadiri 32 anggota, Wakil Bupati Muqit Arief, dan undangan lainnya tersebut. “Fraksi Kebangkitan Bangsa dengan ini menyatakan tidak setuju jika raperda ini dibahas dan disahkan. Kami menyayangkan adanya raperda untuk menjadi dasar hukum penyertaan modal sebesar Rp 5,8 miliar dalam APBDTahun Anggaran 2020. Kami memandang penyertaan modal bukanlah solusi untuk membenahi PDP (perusahaan daerah perkebunan) Kahyangan,” jelasnya. “FKB mempertanyakan tanggung jawab jajaran direksi dan manajemen PDP yang selama ini mendapat kepercayaan dari Bupati Jember untuk mengelola perusahaan tersebut. Kenapa sejak terpilihnya direksi baru kita tidak melihat tanda-tanda perbaikan kondisi finansial dari PDP?” sindir Tatin. Badan usaha milik daerah (BUMD) didirikan, terang Tatin, pada dasarnya memiliki dua fungsi. Yakni fungsi sosial dan profit. Selama bertahun-tahun sebelumnya, PDP berhasil menjalankan dua fungsi itu dengan baik, dan memberikan sumbangan bagi PAD (pendapatan asli daerah). “Tapi yang terjadi hari ini, PDP tidak lagi menghasilkan profit dan justru menyusu dari APBD. Ketergantungan terhadap APBD menunjukkan bahwa tidak ada inovasi dalam manajemen perusahaan,” beber dia. Kerugian yang ditanggung PDP sehingga menjadi beban daerah harus dijelaskan secara transparan kepada publik. Seorang petani yang tak memiliki lahan saja berani menyewa tanah dan bercocok tanam untuk mendapatkan keuntungan. Karena itu, jika PDP Kahyangan yang selama ini mengelola lahan milik negara justru merugi, harus dicari penyebabnya. Lima fraksi yang setuju dilanjutkan, diwakili Nasdem melalui juru bicaranya, Gembong Konsul Alam menerangkan, perubahan raperda untuk kepentingan masyarakat dan penambahan PAD harus mendapat perhatian. "PDP memang membutuhkan perhatian lebih untuk kepentingan masyarakat, berkaitan dengan nasib buruh dan kelangsungan pekerjaan mereka untuk perpanjangan HGU, dan perda perubahan restribusi perlu penyempurnaan karena sudah lima tahun, untuk penambahan PAD,"terang Gembong. Direktur Utama PDP Khayangan Hariyanto menjelaskan, anggaran yang diajukan di APBD 2020 untuk perpanjangan hak guna usaha (HGU) empat kebun yang habis pada 2020. Yakni Kebun Sumberpandan, Sumbertenggulun, Gunung Pasang, dan Kali Mrawan, seluas 3000 hektare. “Justru kami anggap sangat penting karena menyangkut keberlangsungan PDP ke depan. Kita sebenarnya tidak berkeinginan untuk mengajukan pernyataan modal, tapi karena terpaksa harus kita lakukan agar tidak semakin terpuruk," jelasnya. Selama ini, sambung Hariyanto, sejak PDP Kahyangan berdiri penyertaan modal yang diterima hanya sebesar Rp 11 miliar. Di sisi lain, kontribusi yang diberikan sudah mencapai Rp 104 miliar. “Ini bukan saya membandingkan melainkan urgensinya penyertaan modal yang kita usulkan saat ini,” sebutnya. Menurut dia, perpanjangan HGU empat dari 5 kebun yang dikelola butuh dana besar. Selain itu, manajemen juga mengeluarkan dana pensiun karyawan yang pertahun habiskan lebih dari Rp 1 miliar. Situasi ini yang disebut Hariyanto sesuai dengan isi perda, bahwa PDP merupakan perusahaan yang tidak hanya memikirkan profit oriented, tapi juga mementingkan sisi sosial. (edy/epe)

Sumber: