PKS Jatim Minta Jokowi Batalkan Kenaikan Harga BBM
Surabaya, Memorandum.co.id - DPP PKS terus melanjutkan protes agar pemerintah tidak menaikkan BBM hingga ke daerah. Protes dilakukan karena daya beli masyarakat semakin merosot. Ketua DPW PKS Jatim, Irwan Setiawan menyatakan, kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM merugikan rakyat. PKS juga minta presiden Jokowi batalkan kebijakan kenaikan harga BBM. "Saat ini sedang terjadi krisis pangan. Harga-harga sembako saat ini sudah meningkat tajam. Sekarang BBM bersubsidi dinaikkan, harga akan semakin tak terkendali," ujar Irwan Setyawan. Politisi yang akrab disapa Kang Irwan ini mendukung upaya Presiden PKS Ahmad Syaikhu dalam surat terbuka untuk Presiden Jokowi. Bahwa kebijakan menaikkan harga BBM menunjukkan bahwa pemerintah tidak berempati terhadap kondisi masyarakat yang masih dalam kesulitan ekonomi pascapandemi. Secara tegas sikap PKS yang menolak BBM hingga ke seluruh daerah di Jawa Timur, di 38 kabupaten/kota. "PKS harus berpihak pada rakyat. Melalui semua unsur PKS yang ada di Jawa Timur, akan bersikap tegas menolak kebijakan pemerintah yang menaikkan BBM bersubsidi," tegasnya. Irwan menambahkan, seluruh anggota legeslatif DPRD Provisi Jawa Timur dan Aleg PKS kabupaten/kota di seluruh Jatim serta seluruh struktur PKS dari wilayah hingga ke ranting yang ada di tingkat desa. Menurutnya, rakyat sudah berkali-kali terpukul dengan berbagai kondisi yang makin mengimpit rakyat. Seperti harga minyak goreng yang melambung tinggi tak terkendali. "Belum selesai harga minyak goreng yang melonjak, harga telur meroket. Kini seluruh masyarakat semakin terpukul dengan kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM bersubsidi," tegasnya. Menurutnya, kenaikan harga BBM bersubsidi ini akan mengundang efek domino di masyarakat. Menurunkan daya beli masyarakat, khususnya masyarakat kecil yang kondisi ekonominya belum pulih. Irwan menegaskan bahwa PKS bertanggung jawab secara moral dan konstitusional untuk menyuarakan penolakan terhadap kenaikan BBM bersubsidi. Jawa Timur, merupakan provinsi dengan garis pantai terpanjang di Pulau Jawa. Di dalamnya, ada 70 ribu lebih keluarga nelayan yang pasti akan terpukul dengan kenaikan BBM bersubsidi. "Kenaikan solar sebesar 26 persen lebih, akan membuat perbekalan lebih dari 50 persen. Ini berat untuk nelayan kecil," ujar Irwan. Padahal, menurutnya banyak dari desa-desa nelayan di pesisir masuk ke dalam desa miskin ekstrim. "Kenaikan harga BBM bersubsidi, tentu akan menyebabkan terjadinya inflasi terutama di sektor pangan," kata dia. Jika kenaikan pertalite dari Rp 7.650/liter menjadi Rp 10.000/liter atau sebesar 30 persen, maka bisa diasumsikan inflasi akan naik sebesar 3,6 persen. "Setiap kenaikan 10 persen BBM bersubsidi, inflasi bertambah 1,2 persen. Jika pada Juli 2022 inflasi mencapai 4,94 persen, maka angka inflasi akhir tahun bisa menembu 7-8 persen. Kondisi ini akan memukul kehidupan rakyat yang daya beli dan konsumsi akan semakin melemah," kata Irwan. Sehingga menurutnya, angka kemiskinan akan berpeluang meningkat, dan pengangguran semakin bertambah. Besaran Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp 24,17 Triliun yang diberikan, kata Irwan, tidak sebanding dengan tekanan ekonomi yang dihadapi rakyat akibat dampak pandemi dan angka inflasi yang sudah tinggi. "Belum lagi masih ada 2 jutaan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang datanya belum jelas di Kementerian Sosial. Banyak data yang tidak akurat, juga ada ketidaktepatan sasaran dalam penyaluran, hingga persoalan terjadinya korupsi, yang nilainya fantastis," katanya. Jawa Timur dengan penduduk miskin 4, 259 Juta orang, atau sekitar 10% jumlah penduduk, tentu akan merasakan dampak luar biasa dari kenaikan harga BBM ini. Seiring bertambahnya tingkat pengangguran terbuka yang sudah pada 4,81 persen atau sejumlah 1,125 juta orang. Karena itu, ia menegaskan PKS Jawa Timur dengan ini menyatakan sikap: Kami meminta Presiden RI Joko Widodo untuk membatalkan kenaikan harga BBM bersubsidi.(day)
Sumber: