Derita Guru Bergelar Master Bersama 2 Anaknya (1)

Derita Guru Bergelar Master Bersama 2 Anaknya (1)

Namanya sebut saja Mardan. Kerabatnya, Rini (bukan nama sebenarnya) sedang dalam proses cerai. “Saya ngantar dia,” kata Mardan di ruang tunggu Pengadilan Agama Surabaya, beberapa waktu lalu. Menurut Mardan, Rini berprofesi sebagai pengajar. Guru. Gelanya master. Master pendidikan. MPd. Suaminya, sebut saja Jamal, bekerja di sebuah perusahaan swasta bonafide. Kedudukannya lumayan. Manajer. Perjalanan rumah tangga keduanya cukup harmonis. Mereka dikaruniai dua anak. Laki-laki dan perempuan. Yang satu ganteng, yang satu cantik. Mirip ayah dan ibunya, tapi disilang. Artinya, yang cewek mirip bapak, yang cowok mirip ibu. Masalah datang ketika suatu hari ada kegiatan di sekolah. Saat bubaran, Rini minta dijemput sang suami. Dia takut pulang sendirian naik motor. Takut begal dan copet. Jamal sempat menolak karena pelat nomor mobil mereka mati. Sudah terlambat dua minggu belum dibayarkan pajaknya. “Rini diminta nge-Grab. Tapi, Rini menolak karena hari sudah larut malam,” jelas Mardan. Akhirnya Jamal terpaksa menjemput Rini pakai motor. Ketika Rini hendak naik boncengan, tiba-tiba muncul seorang cewek. Siswi Rini. Namanya sebut saja Rina. Dia terburu-buru menemui Rini, mengaku ban motonya gembos. Rini kasihan. Makanya dia minta diantarkan pulang dulu, kemudian Jamal disuruh menjemput Rina dan mengantarkannya pulang. Rini sampai di rumah sekitar pukul 22.00. Ditunggu sampai pukul 24.00, Jamal belum pulang. Beberapa kali ditelepon, tidak ada respons. Baru pada panggilan yang ketujuh, Jamal mengangkat HP-nya. “Maaf, Ma. Tadi ban motonya bocor. Terpaksa dituntun agak jauh karena tidak ada tukang tambal ban. Sudah malam. Ini baru ketemu. Sabar ya,” kata Jamal dengan suara lirih dan terengah. Rini menunggu Jamal dengan tidur-tiduran di sofa ruang tamu. Perkiraan Rini, paling setengah jam lagi sudah sampai rumah. Namun tidak sampai 10 menit, Rini terburu lelap. Dia kecapaian setelah mengikuti kegiatan di sekolah tadi. Rini tidak tahu kapan persisnya kedatangan Jamal. Yang jelas ketika nglilir sekitar pukul 04.00, dia sudah berada di tempat tidur. Rini kebelet pipis. Jamal malah sudah ngorok grak-grok dengan seksama. Keesokan harinya, seperti biasa, Rini berangkat mengajar sekitar pukul 06.00. Terlambat berangkat sedikit saja, dia bakal terjebak kemacetan, yang kini terjadi hampir merata di seluruh sudut kota. Motor bergerak ke sana-kemari seperti cendol diaduk-aduk di dalam panci. Mirip yang terjadi di warung Mak Sum, pedagang es cendol dan jajanan di Pasar Pucang, langganan Mardan. Di lampu stopan Jalan Kapas Krampung, Rini disapa guru temannya mengajar, “Bu Rini tadi malam di mana?” kata teman guru tadi, sebut saja Fatimah. “Di rumah. Kenapa?” tanya Rini. “Nanti aja di sekolah. Ceritanya panjang.” (jos, bersambung)

Sumber: