Butuh Keseriusan Pemkot Tangani Sampah
Wahyu Eka Setiawan Surabaya, memorandum.co.id - Menata perda sampah yang didukung Perwali Nomor 16/2022 tentang Sampah harus dilakukan secara serius oleh Pemkot Surabaya. Kritik ini dilakukan karena sanksi perda tidak akan maksimal, karena tidak didukung kebiasaan atau budaya masyarakat. Direktur eksekutif Walhi Jatim periode 2021-2025, Wahyu Eka Setiawan menjelaskan, sosialisasi menjadi penting. Sebab itu dinas terkait sebagai kepanjangan Pemkot Surabaya, harus mampu menjalankan perannya. Sehingga masyarakat bisa mengerti dan memahami. “Pentingnya sosialisasi perwali terhadap peran serta masyarakat untuk mengerti dan memahami,” kata Wahyu Eka Setiawan. Eka sapaan Wahyu Eka Setiawan menyebutkan, upaya mengurangi sampah olen pemkot sudah dilakukan. Bahkan secara detail dilakukan. Karena itu, Walhi Jatim mendorong adanya keterlibatan penyuluhan dinsetiap jajaran lingkungan terkecil. “Satu kampung diisi penyuluh, meski cara ini dibutuhkan waktu lama dan tenaga besar. Namun upaya mengurangi sampah bisa maksimal,” kata dia. Selain itu penataan sampah secata detail. Sampai pada level retail atau pasar tradisional. “Yang penting cara mengubah perilaku masyarakat. Meski ada sanksi akan tidak mengubah kebiasaan, jika kebiasaan di masyarakat tidak terjadi,” tegas dia. Melibatkan penyusunan program sosialisasi sampah di wilayah pendidikan sekolah merupakan salah satu cara. Hal ini menunjukkan keseriusan Pemkot Surabaya mengawal Surabaya bebas sampah. Perwali no 16/2022 tentang Sampah memperkuat Peraturan Daerah Nomor 5/2014. “Pengelolaan sampah terpadu sebelumnya dipilah. Mana sampah organik dan non organik. Perda mengamanatkan peran aktif warganya ikut telibat dalam pngurangan sampah warganya,” urai Eka. Terpisah praktisi hukum, Syaiful Bachri SH menilai peran perda tentang sampah di Kota Surabaya harus memperhatikan peran budaya lokal. Sebab melalui pola sosialisasi yang tepat, maka peran perda tersebut akan maksimal. “Hukum modern itu harus mengakuisi budaya lokal. Seperti kebersihan adalah sebagian dari lokal,” terang Saiful Mantan aktivis PMII Komisariat Wijaya Kusuma Surabaya ini menjelaskan, pemberdayaan hukum karena kewajiban. Hukum berperan memproduksi ulang tentang nilai-nilai hukum lokal. Nilai agamis lebih diperkuat untuk mengawal perilaku masyarakat tentang kesadaran pengelolaan sampah,” tutup Saiful Bahri yang juga alumni Pesantren Raudlatul Ulum Arrahmaniyah, Pramian Sreseh Sampang. (day)
Sumber: