Wali Kota Surabaya: Panitia Boleh Potong Hewan Kurban Terkena PMK
Proses disinfeksi pada ternak sapi di RPH Kedurus. Surabaya, memorandum.co.id - Menjelang Peringatan Hari Raya Keagamaan Iduladha 1443 Hijriah yang jatuh pada 10 Juli 2022, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menjelaskan bahwa panitia kurban atau takmir masjid diperbolehkan memotong hewan yang terkena penyakit mulut dan kuku (PMK). "Hukumnya sah dengan ketentuan yang telah diatur dalam fatwa MUI. Yaitu, hewan dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada cela kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan dan keluar air liur berlebih dari biasanya atau hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat, sembuh dari PMK dalam rentan waktu yang diperbolehkan kurban (tanggal 10-13 Dzulhijjah)," jelas Wali Kota Eri Cahyadi, Jumat (8/7/2022). Namun begitu, dia meminta panitia kurban atau takmir masjid untuk memperhatikan pedoman pelaksanaan pemotongan hewan dalam situasi wabah penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Kota Surabaya. Pedoman pelaksanaan pemotongan hewan tersebut telah tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 451/9519/436.7.9/2022 mengenai Pelaksanaan Kurban selama Terjadinya Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Untuk pedoman pemotongan hewan kurban yang pertama mencakup syarat dan administrasi. Yakni, kegiatan pemotongan hewan kurban dianjurkan dilakukan di Rumah Potong Hewan Ruminansia (RPH-R) resmi, RPH Pegirian dan RPH Kedurus. Pemotongan hewan kurban di luar RPH hanya dilakukan untuk pelaksanaan upacara keagamaan, upacara adat, atau darurat. “Apabila dilakukan di luar RPH, maka tempat pemotongan hewan kurban harus mendapat persetujuan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui camat setempat. Hewan kurban yang akan dipotong, apabila dibeli dari luar kota, harus dibuktikan dengan surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) atau surat Veteriner (SV) dari daerah asal dan didatangkan/disiapkan di lokasi mendekati hari pemotongan (paling cepat H-3),” kata Eri. Hewan kurban yang akan dipotong, apabila dibeli dari peternak lokal atau tempat penjualan hewan kurban di wilayah Kota Surabaya, apabila belum diperiksa atau belum memiliki SKKH dari Pemkot Surabaya, dapat mengajukan pemeriksaan hewannya kepada Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Surabaya melalui camat setempat. “Apabila telah memiliki, maka sudah tidak perlu dilakukan pemeriksaan. Kecuali ditemukan hewan sakit atau gejala PMK,” ujar dia. Kedua, persyaratan teknis tempat pemotongan hewan kurban di luar RHP-R, tersedia fasilitas penampungan hewan. Yakni, memiliki pagar atau pembatas atau tindakan tertentu agar hewan tidak berkeliaran dan tidak memungkinkan hewan ternak lain masuk ke tempat pemotongan hewan. Serta memiliki lahan pemotongan yang cukup dengan jumlah hewan. Ketiga adalah tata pelaksanaan. Panitia kurban wajib menyampaikan rencana pemotongan hewan di luar RPH-R kepada camat setempat. Nantinya, pihak kecamatan setempat dapat melakukan pemeriksaan terhadap lokasi pemotongan hewan kurban di luar RPH, untuk memastikan terpenuhinya persyaratan teknis tempat pemotongan hewan kurban. Selama pelaksanaan kegiatan, panitia bertanggung jawab terhadap kebersihan tempat dan di lingkungan tempat pemotongan hewan kurban. Melakukan disinfeksi terhadap kendaraan pengangkut hewan saat kedatangan dan sebelum meninggalkan tempat pemotongan hewan kurban. Disinfeksi ada saat kedatangan dilakukan dengan cara penyemprotan pada roda kendaraan pengangkut, bak pengangkut dan hewan. “Disinfeksi pada saat meninggalkan tempat pemotongan hewan kurban dilakukan pada seluruh bagian kendaraan. Panitia juga wajib melaporkan kepada pihak kecamatan setempat setiap kedatangan hewan kurban, menginformasikan jenis, jumlah, dan asal hewan atau jika menemukan hewan sakit atau diduga sakit,” ungkap wali kota. Dan keempat adalah prosedur pemotongan hewan kurban. Melaksanakan proses pemotongan hewan kurban sesuai dengan kaidah tata cara pemotongan hewan kurban yang diatur dalam Syariat Islam. Melakukan penanganan daging, jeroan dan limbah secara terpisah, dengan cara memisahkan area dan petugas pemotongan daging, penanganan jeroan dan limbah. “Tidak melakukan pencucian pada daging serta melakukan afkir pada jeroan yang tidak layak (ditemukan cacing hati, warna jeroan yang lebih pucat dari biasanya, ditemukan benjolan-benjolan terutama pada bagian paru dan lainnya,” ujar dia. Selanjutnya, tidak melakukan pencucian dan pembuangan jeroan atau limbah di saluran air terbuka seperti sungai, selokan, dan lainnya. Mendistribusikan daging dan jeroan dalam waktu kurang dari lima jam apabila didistribusikan dalam bentuk mentah. “Melakukan pemotongan secara terpisah untuk ternak dengan gejala PMK yang masih memenuhi syarat sah sebagai hewan kurban atau dilakukan pemotongan setelah semua hewan sehat selesai dipotong. Bagian kepala, jeroan, kaki, ekor/buntut dan tulang harus dimusnahkan dengan prosedur disinfeksi atau direbus dalam air mendidih minimal 30 menit,” kata dia. Melakukan pembersihan dan disinfeksi terhadap tempat pemotongan, seluruh peralatan yang kontak, dan petugas setelah selesai pemotongan. Serta memastikan limbah tidak keluar dari tempat pemotongan sebelum dilakukan disinfeksi atau dibakar. “Hewan yang tidak memenuhi syarat sah sebagai hewan kurban sebagaimana fatwa MUI, disarankan untuk dilakukan isolasi terpisah sampai hewan tersebut sembuh atau dilakukan pemotongan mengikuti prosedur pemotongan bersyarat. Tindakan pemotongan bersyarat (potong paksa) harus berdasarkan hasil pemeriksaan dokter hewan yang menyatakan bahwa hewan tidak dapat diobati,” pungkasnya. (bin)
Sumber: