Jatuh Cinta kapada Purel di Sebuah Rumah Hiburan (3)
Rini mengaku sebenarnya tidak ingin berada di tempat ini. Sangat tidak ingin. Semua yang ada di tempat ini mengingatkan pada peristiwa beberapa belas tahun lalu. Rini lantas bercerita panjang lebar tentang dirinya. “Aku adalah korban kejahatan lelaki. Tidak hanya aku, tapi juga ibuku. Sejak lahir, nasib sepertinya tidak berpihak kepadaku,” tutur Rini sambil menoleh ke dinding dan mengusap wajahnya dengan tisu yang diambil dari meja. Rini bercerita bahwa semasa gadis, almarhumah ibunya adalah buruh linting rokok di Kediri. Suatu hari dia ditelepon, yang mengabarkan ayahnya (kakek Rini, red) yang dirawat di sebuah rumah sakit di Jombang meninggal. “Dalam perjalanan menuju Jombang, almarhumah dibegal. Motornya dirampas dan Ibu digilir lima berandalan,” tutur Rini. Menurut Rini, kasus ini ditangani polisi namun sampai sekarang belum terungkap siapa saja pelakunya. Mereka hilang bagai embun diisap mentari pagi. Lenyap tanpa bekas. Nasib buruk yang menimpa ibunda Rini tidak berhenti sampai di situ. Dia hamil. Perutnya mengandung bayi satu di antara para begundal yang memerkosanya. Keluarga heboh. Mereka meminta ibunda Rini segera menggugurkan kandungan hasil hubungan paksa tersebut. Eloknya, ibunda Rini menolak. Dia beralasan bahwa bayi dalam kandungannya adalah titipan Allah yang harus dia rawat. Bagaimanapun proses kejadiannya, siapa pun bapaknya, faktanya yang dititipi bayi itu adalah ibunda Rini. Sikap ini bukan tanpa risiko. Ibunda Rini harus rela ditinggalkan pacarnya yang pegawai negeri. Harus rela merawat sendiri kandungan dan bayi yang kelak dia lahirkan. Tidak ada yang men-support kecuali ibu kandungnya. Cuma dia yang dapat memahami sikap yang dipertahankan ibunda Rini. Seiring perjalanan waktu, tibalah saat ibunda Rini melahirkan. Ternyata prosesnya tidak mudah. Sebab, bayi yang berada di perut ibunda Rini berposisi sungsang. Terbalik, tidak seperti posisi bayi normal. Tidak ada pilihan lain sebagai solusi kecuali operasi. Masalahnya, kondisi ibunda Rini sangat lemah. Fisik dan psikisnya yang terhantam gelombang fitnah sepanjang kehamilan kurang mendukung. Kondisi ini sangat dilematis. Di satu sisi, bayi harus segera dikeluarkan; di sisi lain kondisi ibunda Rini amat lemah. Padahal, bila bayi terlalu lama berada di dalam kandungan, dikhawatirkan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan karena ketuban sudah pecah. Akhirnya diputuskan langkah operasi sesegera mungkin. “Alhamdulillah saya lahir selamat. Tapi Ibu. Tidak demikian dengan beliau. Beliau dipanggil Gusti Allah sesaat setelah proses operasi selesai,” tutur Rini. Jadi, imbuh Rini, dia dirawat sang nenek sejak bayi. Rini menilai neneknya itu sebagai perempuan super yang tidak mudah menyerah oleh keadaan. Rini diasuh seorang diri, hingga kini. Hingga Rini memiliki anak. (jos, bersambung)
Sumber: