DPRD Jatim: Kaji Ulang Sistem Pemilu Biaya Tinggi
Surabaya, Memorandum.co.id - Pelaksanaan pesta demokrasi yang berbentuk pemilu dinilai kalangan DPRD Jatim berbiaya mahal. Sistem pemilu legislatif, pemiu kepala daerah, pilpres dan pelaksanaan pemilu yang berlaku saat ini tidak ubahnya pasar bebas. Membutuhkan hight cost, justru wakil rakyat, kepala daerah yang terpilih kurang mencerminkan pemimpin seperti cita-cita pendiri bangsa. Pernyataan itu disampaikan Ketua DPRD Jatim, Kusnadi pada kunjungan peserta Studi Strategis Dalam Negeri (SSDN) Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXIV Tahun 2022 Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) RI di DPRD Jatim. “Mereka yang jadi legislatif dan kepala daerah cenderung didominasi yang berduit. Sebab rakyat pemilih juga cenderung pragmatis,” kata Ketua Kusnadi didampingi Wakil ketua DPRD Jatim, Anik Maslachah dan Sahat Tua Simandjuntak. Ketua DPD PDI Perjuangan Jatim ini berharap, mereka yang kini di Lembaga Ketahanan Nasional mengkali ulang sistem pemilihan umum dan demokrasi di Indonesia. Ia menjelaskan, sudah bukan menjadi rahasia calon anggota legislatif maupun calon kepala daerah yang ikut kontestasi dalam pemilihan umum harus mengeluarkan biaya sangat besar. Bahkan jika dihitung dari gaji yang diterima selama menjabat masih jauh dari cost politic yang dikeluarkan. Senada, wakil ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak bahwa bicara pemilu bagi rakyat adalah bicara logistik. Sebab sistem pemilu saat ini sangat berbau kapitalis. Oleh karena itu caleg yang ingin terpilih harus punya logistik dan kapabilitas (Logika). “Secara pribadi saya berharap sistem pemilu diubah kembali memilih tanda gambar bukan orang karena peserta pemilu adalah partai politik,” tegas sekretaris DPD Partai Golkar Jatim. Sistem pemilu saat ini sulit memberi ruang dan peluang bagi kader partai yang potensial dan sudah bertahun-tahun berjuang untuk partai bisa terpilih menjadi wakil rakyat. Sebaliknya, mereka yang punya logistik dan popularitas bisa dengan mudah berganti bendera partai dan terpilih menjadi anggota legislatif. Dampaknya setelah menjabat wakil rakyat kurang memperjuangkan kepentingan rakyat. “Sistem pemilu sekarang tak ubahnya proses lelang. Mereka yang punya logistik cukup bisa dengan mudah pinjam bendera supaya bisa ikut kontenstasi dan terpilih,” beber politisi berdarah Batak ini. Sudah saatnya partai politik bisa mencetak kader-kader bangsa seperti halnya yang berlaku di TNI/Polri maupun instansi yang lain. “Ini harusnya menjadi tanggungjawab seluruh elemen bangsa yang ingin bangsa ini lebih maju,” imbuhnya. Bukan hanya sistem pemilu legislatif tapi pemilu kepala daerah juga perlu direvisi karena hight cost. “Saya justru sepakat dikembalikan lagi dipilih oleh DPRD. Kalau khawatir ada money politic khan tinggal bikin sistem. Sebab pengawasan sekarang sudah canggih mulai PPATK hingga LHKPN,” beber Sahat. Wakil ketua DPRD Jatim dari FPKB, Anik Maslachah menjelaskan, belum terpenuhinya keterwakilan unsur perempuan di DPRD Jatim bisa dilihat dari sudut pandang yakni dari parpol dan dari masyarakat pemilih. “Memang ada unsur subyektivitas dan sensivitas gender di Parpol masih minus sehingga sedikit perempuan yang masuk struktural harian pengurus parpol. Dampaknya, dalam pencalonan perempuan juga sedikit yang dapat nomor urut atas,” kata politikus asal Sidoarjo. Budaya patriarki, lanjut Anik masih kuat. Sehingga perempuan harus mendapat restu dari suami dan keluarga jika terjun ke politik. Dalam segi ekonomi, perempuan juga masih second line sehingga kemampuan logistik juga terbatas padahal cost politic sangat besar. “Tapi kami bersyukur Indeks Gender Development Jawa Timur cukup baik dari 34 provinsi kita diurutan ke-5,” terang sekretaris DPW PKB Jatim. Kebersamaan antara legislatif dan eksekutif. Di DPRD Jatim ini walaupun ada 9 fraksi tapi hanya ada satu faksi yaitu faksi Jatim karena kita bekerja untuk kemaslatan masyarakat Jatim. Sementara itu pimpinan rombongan SSDN PPRA LXIV Lemhanas Mayjen TNI Kup Yanto Setiono mengatakan, kunjungan ini merupakan bagian dari pendidikan strategis peserta Lemhanas ke 64 untuk belajar mencari masalah-masalah di daerah dari berbagai aspek (Astragatra). “Tujuannya agar dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam mendukung/membantu pelaksanaan SSDN di wilayah masing-masing, sehingga pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan lancar, aman, terti dan mencapai sasaran yang diharapkan,” jelasnya. Peserta SSDN PPRA yang berkunjung ke Provinsi Jatim selama 4 hari ini, lanjut Kup Yanto Setino terdiri dari 7 orang Pejabat Lemhanas dan 25 orang peserta yang berasal dari TNI, Polri, Parpol, Ormas, Akademisi, ASN, dan lain sebagainya. (day)
Sumber: