Pembacaan Dakwaan Kedua Ditolak, Ini Kata Pakar Hukum Pidana
Surabaya, memorandum.co.id - Penolakan hakim nonaktif Itong Isnaeni Hidayat saat Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Gina Saraswati membacakan dakwaan keduanya, menuai sorotan dari beberapa pihak. Sebab, ketua majelis hakim Tongani mendukung terdakwa dengan meminta jaksa membaca pasalnya saja. Salah satu pihak yang angkat bicara terkait hal tersebut yakni, M Solehuddin, pakar hukum pidana dari Universitas Bhayangkara (Ubhara). Menurutnya, penolakan itu tidak bisa dilakukan saat jaksa membacakan surat dakwaan. "Tidak boleh itu. Terdakwa boleh menolak ketika jaksa sudah membacakan seluruh isi di dalam surat dakwaannya. Seharusnya lanjut dibacakan," tutur M Solehuddin, Minggu (3/7). Saat disinggung terkait adanya permintaan ketua majelis hakim Tongani agar jaksa melewati uraian dakwaan tersebut, M Solehuddin berpendapat ada inidikasi keberpihakan hakim dalam perkara dugaan kasus suap itu. "Kalau perintah begitu hakim tidak boleh. Ada indikasi memihak itu. Asas-asas peradilan itu harus fair. Tetap aja dibacakan. Kalau nanti mau menolak terserah, tidak boleh dipotong," tegasnya. Untuk itu, sambung Solehuddin, sejak awal dirinya mengatakan bahwa kalau terdakwa yang juga adalah hakim itu diadili di tempat dia bertugas ada kerawanan. "Mestinya Mahkamah Agung (MA) itu bisa memerintahkan langsung diadili oleh pengadilan di Jakarta misalnya. Ya itulah, kalau diadili di tempat tugasnya kekhawatiran adanya keberpihakan. Tidak transparan," imbuhnya. Lebih lanjut Solehuddin menyarankan apabila MA ingin peradilan itu bersih seharusnya langsung intervensi dengan diadili di tempat lain dan hakim yang tidak mengenal terdakwa Itong. "Ada itu data-datanya. Jangan teman sendiri yang mengadili. Ya secara tidak langsung ya ada lah perasaan tidak enak. Kalau sudah begini bagaimana. Belum apa-apa sudah terjadi kan," ucapnya. Berulang kali Solehuddin juga menegaskan bahwa apabila ingin menegakkan hukum itu harus menggunakan hukum. Apabila tidak akan menimbulkan kesewenang-wenangan. "Ini menggunakan hukum tanpa berniat menegakkan hukum maka akan menimbulkan ketidak adilan. Beda tipis antara menegakkan hukum dan menggunakan hukum," tegasnya. Sementara itu, Humas Pengadilan Tipikor Surabaya, Ketut Suarta, ketika diminta pendapatnya atas penolakan terdakwa hakim Itong dan perintah ketua majelis hakim Tongani aga melewati mengatakan bahwa jika disepakati oleh terdakwa maupun penasihat hukumnya tidak masalah. "Namun apabila ditolak oleh terdakwa dan pengacaranya maka dakwaan seluruhnya harus dibaca lengkap," ujarnya. Untuk diketahui, Itong Isnaeni Hidayat, hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya melakukan penolakan saat Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Gina Saraswati, membacakan dakwaan kedua. Padahal dakwaan tersebut berbeda dengan perkara dalam dakwaan pertama. Insiden tersebut terjadi saat Gina mulai membacakan dakwaan kedua di paragraf pertama. Belum selesai membacakan, Ketua Majelis Hakim Tongani meminta pada jaksa agar melewatkan uraian dakwaan yang hendak dibacanya. Namun, Jaksa Gina berupaya menjelaskan pada hakim bahwa perkara dalam dakwaan kedua yang hendak dibacanya berbeda dengan perkara dakwaan pertama. “Ini (perkara) berbeda... ini berbeda...,” ujar jaksa Gina berkali-kali. “Sudah dilewatkan...lewatkan saja,” ujar hakim Tongani menyela. Permintaan hakim ini pun lalu dituruti oleh JPU Gina. Ia lalu hanya membacakan pasal yang dijeratkan pada hakim Itong atas dakwaan kedua tersebut. (jak)
Sumber: