Pengawasan Lemah, Lokalisasi Sememi Kembali Menggeliat
Surabaya, memorandum.co.id - Penghapusan lokalisasi di Surabaya tampaknya kurang tuntas. Lokalisasi Sememi yang ditutup pada 2013, kini nyatanya masih beroperasi. Hal ini tak terlepas dari kurang seriusnya pengawasan dari Pemerintah Kota (pemkot) Surabaya. Sedikitnya, masih ada 13 wisma yang menyediakan servis pekerja seks komersial (PSK). Dalam praktiknya, bisnis esek-esek yang berada di Kelurahan Sememi, Kecamatan Benowo ini buka secara sembunyi-sembunyi. Pantauan memorandum.co.id di lokasi, kompleks Lokalisasi Moroseneng tersebut memang tidak mencolok. Tak seperti saat era keemasan pada periode 2000an yang penuh gemerlap dan gegap gempita. Kini, para PSK tidak secara eksplisit dijajakan. Namun bagi pengunjung yang menuju Sememi Jaya I dan Sememi Jaya II, ada banyak germo yang bersiap untuk menawarkan layanan pemuas nafsu di depan tiap-tiap wisma. "Ada sekitar 13 lebih wisma yang masih buka. Lainnya sudah dibeli sama pemkot, termasuk yang megah dulu itu Wisma Barbara. Sekarang sudah jadi Taman Baca. Kita memang bukanya seperti ini, secara sembunyi-sembunyi," terang MN, salah satu pemilik wisma, Jumat (1/7). Saat memorandum.co.id menelusuri, di antaranya yang masih nekat beroperasi Wisma Kasih Sayang, Wisma Primadona, Wisma Sri Rejeki, Wisma 21, dan yang lainnya. Masing-masing wisma menyajikan 5 sampai dengan 7 pekerja seks. Mereka dibanderol di kisaran Rp 180 ribu hingga Rp 200 ribu untuk sekali tidur. Fakta ini membuat anggota Komisi A DPRD Surabaya Imam Syafi'i prihatin. Pemkot inkonsisten dalam menjaga kawasan tersebut agar tak disusupi bisnis lendir. Buktinya, kawasan Sememi yang di-stop kini tumbuh subur kembali. "Ini menunjukkan lemahnya pengawasan dari pemkot. Ada indikasi pembiara, sehingga lokalisasi Sememi yang sempat ditutup dapat beroperasi sembunyi-sembunyi," kata dia. Tak hanya Sememi, di Putat Jaya kawasan eks Lokalisasi Dolly, Imam mendapati masih ada pekerja seks yang berkeliaran pada malam hari. Dalam praktiknya, ada germo yang memanggil kepada setiap pengendara yang melintas di Jalan Jarak dan Jalan Girilaya. Kemudian, para pria hidung belang yang sengaja mencari kehangatan tubuh nantinya akan ditunjukkan foto-foto pekerja seks melalui ponsel HP si germo. Bila deal, maka digiring menuju kos terdekat untuk eksekusi. "Memang sulit meniadakan bisnis prostitusi di metropolis, namun kita minta hal-hal tersebut diminimalisir secara serius. Jangan setengah-setengah. Paling tidak ada kontrol pengawasan yang kontinyu dan sistemik," tandas politisi NasDem ini. Sementara itu, Camat Benowo Denny Christupel Tupamahu menuturkan, mulai Rabu (29/6) malam dan seterusnya, pihaknya menerjunkan satgas ke lokasi guna melakukan pengawasan. "Kita siagakan petugas untuk berjaga di lokasi mulai Rabu malam sampai selamanya. Kami pam mulai pukul 21.00 sampai dengan 04.00," tegas dia. Adapun empat personil satpol PP berjaga di pos depan Taman Anggrek untuk memantau Jalan Sememi Jaya II. Lalu empat personil tambahan dari satpol PP kota disiagakan untuk berjaga di depan Rumah Maggot Jalan Sememi Jaya I. "Kami usulkan ada sanksi pidana bagi pemilik wisma yang masih nekat buka secara sembunyi-sembunyi. Karena ke depan, konsen kami adalah mengubah kawasan Sememi ini menjadi Kampung Wisata Taman Anggrek," ucap camat. Sedangkan bagi Nindy, salah satu PSK asal Banyuwangi, sangat senang manakala lokalisasi Sememi bisa ditutup paten. Maka dia dapat bekerja di tempat lain yang lebih layak. "Ya malah bersyukur, mas, karena sudah tidak ada tanggungan lagi dan bisa kerja normal," ungkapnya. Nindy bahkan mengaku sudah apply lamaran kerja di mall ternama di Surabaya. Namun dia urung bekerja di sana. Nindy terganjal kontrak perjanjian antara dirinya dengan penyalur. "Awal mula kerja di sini, saya dibawa oleh orang seperti penyalur tenaga kerja. Sistem saya kontrak selama tiga tahun. Sekarang baru dapat satu tahun. Sebenarnya sudah capek, makanya pengen berhenti saja," ucap perempuan bertato kupu-kupu ini. Setiap melayani pria hidung belang, Nindy dibayar Rp 80 ribu oleh germo. Dalam sehari, perolehannya tidak menentu. Kadang bisa melayani hingga 15 pria hidung belang. Tak jarang hanya sampai 4-5 orang. "Pendapatan tidak mesti, tarif yang dipatok di sini juga terlalu murah," cetusnya. (bin)
Sumber: