Terdakwa Penipuan Calon Taruna Akpol Terpojok

Terdakwa Penipuan Calon Taruna Akpol Terpojok

Terdakwa Novi Aliansyah mendengarkan keterangan saksi di PN Surabaya. Surabaya, memorandum.co.id - Novi Aliansyah didakwa melakukan penipuan dengan modus bisa meloloskan calon taruna Akademi Kepolisian (Akpol). Untuk menyakinkan korban, terpidana dalam kasus yang sama itu mengaku sebagai anggota tim khusus siber pungli di Watannas Jakarta. Akibatnya, korban Triwahyuni Cindrawati merugi sebesar Rp 1,1 miliar. Di persidangan kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kusufi Esti Ridliani dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menghadirkan anak korban yaitu Aditya Febrian Valentino untuk memberikan keterangannya. Menurut pengakuan Aditya, pertama bertemu dengan terdakwa saat mendaftar bimbingan belajar pada bulan Desember 2020 pada lembaga bimbingan belajar LBB BCC yang berada di Jalan Nginden. Pada Januari terdakwa mengantarkan di Polda Jatim untuk latihan jasmani serta kesehatan. "Untuk administrasi dan tes akademik kesehatan, jasmani dan psikologi tidak dibantu oleh terdakwa. Setelah melalui lima tes dan ada pengumuman yang menyatakan saya tidak lolos atau gugur," jelas Aditya saat memberikan kesaksian di PN Surabaya, Rabu (29/6). Saat disingung oleh JPU apakah terdakwa pernah menjanjikan untuk bisa masuk polisi dan berapa uang yang disetorkan kepada terdakwa, Aditya membeberkan semuanya. "Untuk jumlah uang yang disetorkan sekitar Rp 1,1 miliar secara bertahab dengan cara di transfer ke terdakwa itu kata Ibu saya. Juga saya melihat bukti transferannya. Terdakwa juga pernah bilang bahwa, bisa memasukan polisi lewat jalur khusus, namun tidak dijelaskan jalur khusus yang bagaimana," beber saksi di hadapan majelis hakim. Ia menambahkan bahwa, yang berhubungan langsung adalah ibunya. Sementara rumah terdakwa menurut pengakuan tersebut terdakwa di daerah Citraland Surabaya. "Katanya rumahnya di Citraland," singkatnya. Terhadap keterangan saksi, terdakwa tidak keberatan dengan membenarkannya. "Benar yang mulia," ujarnya. Untuk diketahui berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan oleh JPU bahwa, berawal dari Novi saling bertukar nomor HP dengan Tri. Keduanya kemudian berkomunikasi melalui WhatsApp terkait rencana memasukkan anak Tri, Aditya Febrian Valentino sebagai taruna Akpol. Terdakwa berupaya menyakinkan Triwahyuni Cindrawati dengan beberapa kali mengirimkan foto terdakwa bersama pejabat-pejabat dan mengatakan sering memasukkan seseorang ke Akpol. Tri yang percaya dan berencana memasukkan anaknya sebagai taruna Akpol 2021 dengan mengirim uang secara bertahap ke Novi. Totalnya Rp 1,1 miliar. Uang itu janjinya akan digunakan untuk biaya bimbingan belajar, biaya pelatih jasmani dan untuk menyuap orang-orang Polda Jatim. Tri mentransfer hingga 38 kali dengan rincian sekali transfer mulai Rp 1,5 juta hingga Rp 50 juta. Meski terdakwa meminta biaya bimbingan belajar pada 1 Desember 2020, tetapi Novi baru mengantar Aditya ke lembaga bimbingan belajar dua pekan setelahnya dengan biaya Rp 26,1 juta. Selain itu, latihan jasmani di Polda Jatim sebenarnya juga tidak dipungut biaya. Peluang tersebut digunakan terdakwa untuk meminta uang kepada Triwahyuni sebagai biaya latihan jasmani, membelikan rokok pelatih dan untuk orang-orang Polda sebagai biaya pengurusan agar Aditya lulus Akpol 2021. Triwahyuni yang merasa telah mengeluarkan banyak uang meminta jaminan. Novi kemudian memberikan jaminan berupa sertifikat hak milik (SHM) tanah, salinan perjanjian jual beli dan surat kuasa menjual. Namun, ternyata jaminan tersebut tidak dapat digunakan. Karena oleh terdakwa hanya diserahkan saja. Tidak disertai perjanjian notariil lainnya. Aditya kemudian mengikuti tes seleksi taruna Akpol. Namun, dia tidak lulus tes akademik dan tes jasmani. Tri meminta pertanggungjawaban Novi. Terdakwa menjanjikan untuk memasukkan Aditya melalui jalur khusus penambahan kuota. Meskipun terdakwa mengetahui tidak ada jalur khusus tersebut. Aditya akhirnya tetap tidak lulus Akpol. Uang yang diterima Novi ternyata memang tidak digunakan untuk mengurus anak itu agar lulus seleksi taruna Akpol. Digunakan untuk kepentingan terdakwa sendiri antara lain memenuhi kebutuhan sehari-hari serta mentraktir orang yang dikenal terdakwa. Atas perbuatannya, JPU mendakwa dengan Pasal 378 KUHPidana. Dan sebelumya H Novi Aliansyah juga tersangkut perkara di PN Surabaya, ia menerima permohonan banding yang diajukan baik oleh terdakwa maupun penuntut umum.  Isinya memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Surabaya tanggal 7 Februari 2022 Nomor 2609/Pid.B/2021/PN Sby yang dimintakan banding tersebut sekedar mengenai lama pidana yang dijatuhkan sehingga amar selengkapnya sebagai berikut yang menyatakan terhadap terdakwa dijatuhkan hukuman 3 tahun dan 6 bulan penjara oleh Ketua Achmad Subaidi. (jak)

Sumber: