Penelusuran Desa Tape Bondowoso (1)
Bondowoso, Memorandum.co.id - Bondowoso merupakan salah satu tuan rumah penyelenggara pekan olahraga provinsi (Porprov) VII 2022. Di sisi lain dikenal sebagai Kota Tape. Di desa mana dan bagaimana kondisi masyarakat setempat dalam memproduksi tape? Berikut penelusuran Wartawan Memorandum di Desa Sumber Tengah, Kecamatan Binakal, Bondowoso. Siang hari, kondisi cuaca cerah, terik panas sinar matahari tidak terasa karena hawanya sangat sejuk. Penelusuran dimulai dari Posko Porprov di Jalan Zainul Arifin nomor 7, Kauman, Bondowoso dengan mengendarai motor. Lokasi menuju ke Desa Sumber Tengah ditempuh 11 menit atau sejauh 6,5 KM. Pepohonan, persawahan, dan sungai di pinggir jalan menjadi pemandangan selama perjalanan. Sebelum masuk di wilayah Desa Sumber Tengah, Memorandum melintasi persimpangan dua jalan ke menuju Obyek wisata Arak-arak Bondowoso yang berada di Desa Sumbercanting, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso. Jarak dari pusat Kota Bondowoso adalah sekitar 21 kilometer dengan waktu tempuh kurang-lebih 35 menit. Di persimpangan itu, terdapat patung tangan memegang besek. Besek adalah keranjang yang terbuat dari anyaman bambu yang dipakai sebagai tempat tape. Patung tersebut sekaligus menandakan bahwa kami memasuki Desa Sumber Tengah, yang masyarakatnya mayoritas pembuat tape. Memasuki wilayah ini, sudah tercium aroma tape dan disetiap rumah-rumah terdapat keranjang-keranjang, besek tape. Pandangan kami tertuju pada sebuah rumah di pinggir jalan dan di depan dipajang beberapa besek bertuliskan "Tape 586 Nor Barokah" siap untuk dijual. Rumah berpagar kayu yang letaknya di dataran tinggi itu, merupakan rumah Kepala Dusun Krajan RT 12 , Desa Sumber Tengah, Kecamatan Binakal, Bondowoso, Sanusi. Terlihat pria bertubuh gempal, memakai kaos kutang itu, terlihat bersama istrinya, Nur Sucip memakai sibuk meracik singkong dengan ragih agar jadi tape. Keduanya menyambut dengan ramah kedatangan Memorandum. Sanusi mengaku, dirinya pembuat, pemilik tape Tape Nur Barokah 586. Nomor 5, artinya jaga salat lima waktunya, 86, Sanusi siap menerima pesanan dari siapapun pembelinya. "Itu arti nomor 586 tape saya," ungkap Sanusi sambil tertawa. Bapak dua anak tersebut, kemudian bercerita bahwa hampir 60 persen, penduduk di Sumber Tengah mata pencariannya adalah pembuat tape dan sudah mendarah daging. "Turun temurun lah," kata Sanusi. Pria 39 tahun, tersebut mengungkapkan, awalnya hanyalah tengkulak singkong. Ia mencari singkong warga yang siap dipanen untuk dibeli. Kemudian singkong-singkong itu dijual kepada warga sebagai bahan baku tape. Namun, Sanusi akhirnya merasa lelah dengan pekerjaannya. Banyak faktor yang membuatnya lelah, yakni mulai harga singkong mahal, panen yang lama, dan sulitnya mencari lahan singkong warga. Akhirnya pada tahun 2011, Sanusi memutuskan mengikuti jejak warga lainnya menjadi pembuat tape. Di awal membuat tape, ia tidak menemui kesulitan dan membutuhkan waktu lama. Dikarenakan lahir di lingkungan pembuat tape. "Belajar buat tape hanya dua hari saja sudah bisa, tidak usah berbulan-bulan," beber Sanusi. Setelah dua hari jadi Tape, lantas Sanusi bersama istri menjualnya ke Pasar Induk Bondowoso. Kini sudah dua tahun Sanusi jadi produsen tape. Dia sekarang ia bisa bisa berjualan tape. Dua hari sehari sekali dia bisa menjual sebanyak 2,5 kintal tape. 1 besek seberat 1 Kg tape dijual Rp 12 ribu, sedangkan untuk 1 keranjang seberat 45 Kg, dijual seharga Rp 7500 /Kg. "Kalikan saja berapa hasil penjualan saya per dua hari berapa. Kalau keranjang itu biasa yang beli pelanggan untuk dijual lagi," jelas Sanusi. Sanusi tak hanya bisa membuat tape, tapi dia juga bisa membuat tape berkualitas. Dia mengaku, membuat tape sangat mudah, semua tetangga punya resep masing-masing. Orang melihatnya, tape berbahan singkong. Singkong diberi ragih lalu difermentasi selama dua hari baru jadi tape. "Tidak semudah itu," jelasnya. Untuk membuat tape, Sanusi benar benar memilih singkong yang bagus. Ada 3 jenis singkong kuning, jenis mawar dan mentega. Menurutnya paling bagus bahan baku tape adalah jenis mentega. Yang menentukan lagi bagaimana membuat tape yang enak, dengan bahan baku singkong yang kualitas kadar airnya rendah. "Untuk mengetahui kualitas singkong itu bagus, biasanya saya tes dulu saat membuat tape," beber Sanusi. Selain itu, cara pembuatan tape yang dilakukan warga Desa Sumber Tengah. Yakni ada yang dikukus, direbus, dan didiamkan saja selama 2 hari di keranjang. "Semua punya resep masing-masing dan sudah turun temurun warga sini," jelas dia. Cara membuat tape yang gampang-gampang susah, tidak jarang banyak mahasiswa yang melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) di Desa Sumber Tengah. Seperti mahasiswa dari Jombang, Surabaya, Jakarta, Jember. Mereka datang satu rombongan dan menginap di Balai Desa Sumber Tengah. Mereka bukan hanya membantu warga memperbaiki insfrastrutur desa, tapi juga belajar buat tape. "Kata mahasiswa yang KKN di sini ingin dan penasaran bisa buat tape," pungkas Sanusi. (bersambung)
Sumber: