Beban Mental Seorang Suami Pasca Kecelakaan (2)
Meski hanya menghidupi seorang anak, kehidupan keluarga kecil Fadil, Tunik, dan anak semata wayang, mereka masih sering kekurangan. Walau begitu, jalan yang hendak ditempuh Tunik dianggap Fadil sungguh amat keterlaluan. Gak masuk akal. Khayal. Tunik yang kerja sebagai karyawan kontrak sebuah perusahaan daerah cukup membantu. Sejak mengungkapkan permintaan itu, ada yang sedikit berubah pada tingkah laku Tunik. Dia tidak lagi memancing-mancing agar dibelai Fadil. Jangankan dibelai, tingkah Tunik menjadikan Fadil enggan mendekat. Sejak itu, hal serupa tidak pernah diungkapkan. Tunik bahkan terkesan menjauh. Setiap ditanya mengapa, jawabannya masih sama: izinkan aku selingkuh. Sekali ini saja. Lain kali tidak. “Saya masih belum mengizinkan. Astaghfirullah, bukan belum tapi tidak,” tegas Fadil. Dan setiap Fadil mengungkapkan rencana lebih baik menceraikannya, Tunik yang ngotot tidak mau. “Saya katakan bahwa selingkuh itu sama dengan zina. Dosa besar. Dia diam.” Celakanya, kediaman Tunik dilakukan dengan tidak sekadar diam. Tidak seperti biasa. Dia juga tidak mau diajak bicara dan tidak pernah mengajak bicara. Semua komunikasi dilakukan dengan bahasa isyarat. Kalau dimengerti, syukur; kalau tidak ya sudah. “Makanya saya konsultasi ke sini,” kata Fadil. Pengacara di depan Fadil yang dikenal sangat jago mendamaikan pasangan yang hendak bercerai ini tersenyum. “Haruskah saya benar-benar menceraikan istri saya? Atau Bapak (pengacara, red) punya pandangan lain?” “Mas Fadil masih mencintai Mbak Tunik?” tanya pengacara tadi. “Masih.” “Sampai kapan?” “Kalau bisa ya sampai maut memisahkan kami.” “Menurut Mas Fadil, Mbak Tunik masih mencintai njenengan nggak?” “Saya tidak tahu.” “Ingin tahu?” Fadil mengangguk. “Kalau begitu tunggu sebentar,” kata pengacara tadi sambil minta izin mengetik sebentar. Ia juga minta izin Memorandum dan mempersilakan menyeruput kopi tanpa gula seduhan karyawatinya yang cantik. Tidak sampai 10 menit, pengacara berkumis tipis tersebut menge-print selembar kertas, lantas memasukkannya ke amplop. “Berikan kepada Mbak Tunik. Tidak usah berkata apa-apa. Berikan saja.” (jos, bersambung)
Sumber: