Sidang Kasus Suap Itong Isnaeni Hidayat, Potensi Tersangka Baru
Surabaya, memorandum.co.id - Kasus suap pembubaran PT Soyu Giri Primedika (SGP) yang menjerat hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Itong Isnaeni Hidayat, panitera pengganti Moh Hamdan, dan pengacara RM Hendro Kasiono berpotensi akan menjerat tersangka lainnya. Hal tersebut terungkap dari persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi Achmad Prihantoyo selaku direktur utama, Abdul Majid sebagai direktur, Mahfudali Zain dan Hervin, di Pengadilan Tipikor, Selasa (28/6/2022). Dalam keterangannya, Achmad mengakui jika dirinya memberikan uang sebesar Rp 100 juta atas permintaan Hendro Kasiono. Menurutnya, Hendro saat itu berdalih kasbon untuk operasional kantornya. "Awalnya itu minta Rp 700 juta. Saya bilang tidak punya uang sebanyak itu. Akhirnya turun minta Rp 500 juta. Tetap saya tidak kasih. Akhirnya saya beri Rp 100 juta. Padahal sudah ada fee success Rp 1,35 miliar sesuai kesepakatan awal, kok minta lagi," terangnya. Mendapati jawaban Achmad, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wawan Yunarwanto mempertanyakannya. Wawan mengatakan bahwa tidak mungkin terdakwa tidak tahu untuk apa uang yang diminta Hendro Kasiono tersebut. "Mana mungkin saksi tidak tahu. Kan seharusnya tahu buat apa uang itu," cecarnya. Atas pertanyaan tersebut, Achmad lalu menyampaikan bahwa uang sebesar Rp 100 juta itu akan dipergunakan Hendro untuk operasional kantornya. "Katanya kasbon buat operasional kantornya," ujarnya. Selain itu, Achmad juga mengakui jika ada kesepakatan antara dirinya, Abdul Majid dan Hendro terkait fee success pengurusan pembubaran PT SGP sebesar Rp 1,35 miliar. "Itu untuk di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Dan sudah dikasih cek sebesar Rp 1,35 miliar sama Pak Majid," ungkapnya. Sementara itu, Jaksa Wawan Yunarwanto mengatakan awal mulanya Achmad Prihantoyo, Abdul Majid, Yudi Her Oktaviano dan Muhamad Sofyanto bersepakat membuat rumah sakit. "Achmad dan Majid ini sudah setor saham berupa aset lahan. Menurut mereka Yudi Her dan Sofyanto belum. Dalam perjalanan, saham milik Achmad dan Majid dibeli oleh Yudi. Sehingga Yudi akan mengadakan perubahan RUPS untuk mengubah kepengurusan yang mengeluarkan Achmad dan Majid dari kepengurusan. Karena sudah merasa sudah membeli saham," jelas Wawan Yunarwanto, saat ditemui usai sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa. Sedangkan terkait yang mempunyai inisiatif pembubaran PT SGP, Wawan menyebutkan yaitu Hendro. Kemudian, Achmad dan Abdul Majid bersepakat menunjuk Hendro sebagai kuasa hukum. "Nah diperjanjian itu sepakat success fee sebesar Rp 1,35. Namun saat mau putusan, Hendro minta lagi sebesar Rp 100 juta. Sedangkan maksud PT SGP dibubarkan maka gugatan RUPS perubahan pengurus otomatis gugur," tegasnya. Saat ditanya adanya kemungkinan tersangka lain, Wawan menyampaikan terkait dirinya pada persidangan tadi mengejar pertanyaan kepada Achmad seputar pengetahuannya atas uang Rp 100 juta tersebut untuk apa. "Untuk itu tadi saya kejar. Logikanya tidak mungkin tidak tahu. Apalagi uang itu diminta pada saat akan putusan. Dalihnya saksi kan untuk kasbon Hendro. Ternyata uang itu diberikan ke Hamdan," ungkapnya. Achmad Prihantoyo, saat dikonfirmasi perihal uang Rp 100 juta itu apakah atas permintaan Hendro, Hamdan atau Hakim Itong, ditegaskannya yang meminta Hendro. "Yang minta Hendro. Katanya, pak aku ini sudah berjuang lama, bolak-balik sidang, aku utangono (kasih utang) Rp 100 juta, buat operasional kantor," ujarnya. Sedangkan Abdul Majid, terkait dengan Rp 1,35 miliar itu berupa cek atas nama PT Sidogiri membenarkan. "Benar. Kalau waktu kesepakatan itu Pak Prihantoyo tahu. Tapi waktu pencairan tidak tahu. Saya juga tidak menyangka kalau sudah dicairkan. Pihak bank juga tidak mengkonfirmasi saya. Kalau yang Rp 100 juta itu minta ke saya. Tapi tidak saya kasih karena setiap saya keluarkan uang harus ada dasarnya. Wong yang ini saja (pembubaran PT SGP) belum berhasil. Kok minta lagi," tandasnya. (jak)
Sumber: