Mengharukan, Kisah Tukang Becak Berangkat Naik Haji

Mengharukan, Kisah Tukang Becak Berangkat Naik Haji

Surabaya memorandum.co.id - Bagi Holili  Addrae Sae (60 tahun) pergi haji merupakan impian. Untuk mewujudkan impian tersebut, Holili yang berprofesi sebagai tukang becak harus membanting tulang mengumpulkan rupiah, Kamis (16/6/2022). Warga Jalan Permata, Kelurahan Banyuanyar, Kecamatan Sampang, Kabupaten Sampang ini mengaku bahwa  bisa naik haji juga menjadi impian istrinya yang bernama Busideh. Bersama Istrinya, Holili  mendaftar sebagai jemaah calon haji pada tahun 2011 silam. Namun atas kehendak Allah, dalam masa tunggu haji, sang istri terlebih dahulu tutup usia dan meninggalkannya. Holili mengatakan selain karena memang mendapatkan panggilan dari Allah SWT, keberhasilannya mewujudkan mimpi untuk menunaikan rukun Islam yang ke-5 ke tanah suci itu tidak terlepas dari peran almarhumah istrinya. ”Terus terang kami hanya bekerja keras memeras keringat mengayuh becak setiap hari, tapi almarhum istri saya yang begitu telaten menyisihkan sedikit demi sedikit uang sisa dari kebutuhan hidup sehari-hari,” ungkapnya. Tampak sekali guratan kesedihan yang mendalam di wajah Holili saat  mengingat perjuangan almarhumah istrinya. Sesekali Holili menyeka airmata yang jatuh dari kelopak matanya sembari terus menceritakan kisah almarhumah yang mengajak, menguatkan, dan mneyakinkannya untuk mendaftar haji meski dengan kondisi ekonomi yang ala kadarnya. “Penghasilan mbecak perhari hanya Rp. 30-50 ribu, itupun tidak menentu. Selain itu, saya juga bekerja sebagai kuli ikan dengan penghasilan yang tak seberapa. Istri saya rajin menabung mengumpulkan, dan dibelikan beberapa gram emas,” jelasnya Tiba di satu waktu, Holili dan istrinya mendapatkan rejeki arisan dan memutuskan untuk menjual semua barang-barang yang selama ini telah dikumpulkan untuk biaya pendaftaran haji. Mulanya sempat ragu, namun sang istri kembali menguatkan dan meyakinkan. “Saya dapat arisan dan ayo emas ini jual. Ayo daftar haji, tidak apa dengan niat, insyaAllah siapa tahu Allah mengasihani dan Allah cukupkan,” papar Holili mengenang  ucapan mendiang istrinya. Bermodal keyakinan, kedua pasangan suami istri itu mendaftar haji pada tahun 2011. Namun Allah berkendak lain, istrinya meninggal dunia pada tahun 2019 karena sakit, sebelum ia dihubungi pelunasan haji pada tahun 2020. “Istri saya meninggal beberapa bulan sebelum penatapan, tahun 2020 dikonfirmasi berangkat, tapi karena pandemi jadi ditunda, dan alhamdulillah bisa berangkat tahun ini. Meski istri saya sudah meninggal, tapi niat saya tetap haji bersama istri,” ungkapnya. Sepeninggal istrinya, Holili sempat menawarkan kedua anaknya untuk mengganti porsi haji sang istri, namun keduanya menolak dan Holili memilih mengambil tabungan haji almarhumah untuk dipergunakan sebagai biaya menghajikan mendiang istrinya di tanah suci. “Uang tabungannya sampai saat ini masih utuh, saya titipkan agar tidak saya pergunakan. Uang itu untuk haji badal istri saya karena di tanah suci harus bayar orang untuk menghajikan. Mohon doa semoga saya dan istri dijadikan haji mabrur,” tutupnya. Namun Di tengah kebahagiaan yang dirasakan, Holili  mengaku sedih dan bingung. Karena tidak memiliki sepersen pun uang untuk bekal ke Tanah Suci yang rencananya berangkat 16 Juni 2022 ini. Bahkan ia tidak bisa untuk turut mendaftar ke Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) yang ada di Sampang. “ Saya sudah tidak punya tabungan lagi mas, apalagi buat bekal untuk ikut jadi rombongan KBIH saja tidak mampu membayar “ terang Holili. Atas izin Allah, salah satu KBIH di Sampang tergerak hatinya dan mengajak Holili bergabung dengan KBIH nya tanpa dipungut biaya apapun. Selama proses persiapan pemberangkatan, Holili  mengaku  selalu menggunakan becaknya setiap kali mengikuti pelatihan, manasik haji  dan mengurus persiapan lainnya. Karena becak itu satu-satunya kendaraan yang dimiliki.(x2)

Sumber: