Ada Dua Dewan Kesenian di Kota Pahlawan
Surabaya, memorandum.co.id - Polemik antara Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dengan Dewan Kesenian Surabaya (DKS) kian runcing. Ini seiring Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menerbitkan Perwali tentang Tim Pembentukan Dewan Kesenian Kota Surabaya (DKKS) Periode Tahun 2022-2027. Surat keputusan wali kota bernomor 188.45/282/436.12/2022 itu disahkan pada 25 April 2022. Menunjuk Hoslih Abdullah sebagai ketua Tim Pembentukan DKKS. Musyawarah pemilihan kepengurusan DKKS periode 2022-2027 ini pun berlangsung pada Jumat (10/6). Pelawak asal Surabaya, Cak Suro terpilih sebagai ketua DKKS. Dia meraup 22 suara. Dalam musyawarah itu tampak hadir Staf Ahli Wali Kota Surabaya Bidang Politik, Hukum dan Pemerintahan M Afghani Wardhana, Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olah Raga serta Pariwisata (disbudporapar) Surabaya Wiwiek Widayati, dan Ketua KONI Surabaya Hoslih Abdullah. “Mulai hari ini, mari kita buktikan dan membawa Surabaya sebagai ibukota Jawa Timur untuk menjadi tempat berkesenian dan berkembang dengan pesat,” ujar Cak Suro, usai dilantik sebagai ketua DKKS. Menanggapi hal ini, ketua DKS Chrisman Hadi menyayangkan langkah Pemkot Surabaya yang terkesan abusing power. Padahal DKS yang ada saat ini telah berdiri sejak 1971. Selama perjalanannya, kepengurusan DKS pun selalu diakui oleh wali kota. Mulai dari era kepemimpinan Wali Kota Soekotjo hingga Tri Rismaharini. Namun baru pada kepemimpinan Eri Cahyadi pihaknya tak diakui. “Dengan adanya ini, maka DPRD Surabaya dan DKS dikadalin. Waktu hearing di Komisi D pada tanggal 20 Mei 2022, itu ada keputusan hearing memerintahkan agar urusan SK DKS bisa segera diselesaikan sebelum tanggal 31 Mei. Namun itu diabaikan, lalu kemudian tiba-tiba sekarang pemkot memfasilitasi pembentukan DKKS. Ini menunjukkan abusing power wali kota sebagai pemimpin kota,” ucapnya. Chrisman juga menegaskan, bila langkah pemkot membentuk DKS tandingan menunjukkan salah satu tanda betapa buruknya tata kelola administrasi negara Pemkot Surabaya. Wali kota dinilai memanfaatkan kekuasaan sesaat dengan melecehkan eksistensi DKS sebagai salah satu legenda kota yg sudah berdiri sejak 1 Oktober 1971. “Hearing 20 Mei di Komisi D DPRD Surabaya, saat itu pemkot hadir. Tetapi tidak menginformasikan kalau sudah ada SK 25 April. Ini juga satu bentuk kebohongan publik, sebab seolah-olah mengiyakan ketika diperintah Komisi D untuk mencari jalan keluar,” tandasnya. “Selain itu, musyawarah DKKS tersebut juga tak memenuhi quorum. Karena dalam musyawarah pemilihan yang hadir hanya 48 peserta dari 121 undangan,” sambung Chrisman. Sementara itu, Hadi Pranoto, ketua Barisan Soekarnois Surabaya sekaligus mantan ketua DPC GMNI Surabaya turut menyayangkan adanya DKS tandingan yang dibentuk oleh pemkot. Menurut telaahnya, surat keputusan tentang pembentukan DKKS cacat dan melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB). “Namun SK tentang DKKS ini dalam konsiderannya tidak menimbang keberadaan DKS yang eksis sejak tahun 1971 dan diakui oleh wali kota-wali kota sebelumnya. DKS juga diakui oleh DPRD Kota Surabaya serta seluruh masyarakat Surabaya, sehingga SK tentang DKKS merupakan surat keputusan yang cacat, melanggar hukum, dan melanggar AUPB,” jelas Hadi. Selanjutnya, Hadi juga menilai keputusan Wali Kota Eri Cahyadi menimbulkan kontradiksi dan perpecahan pelaku kesenian di Surabaya. Dia lantas menegaskan, DKS selaku bagian integral dari Barisan Soekarnois pendukung Eri-Armuji tak lagi percaya terhadap kemampuan Eri Cahyadi untuk mengelola potensi Surabaya secara harmonis. “Kita mempertimbangkan untuk mencabut dukungan, dan mosi tidak percaya,” tandas Hadi. (bin)
Sumber: